Membedah Isra Mikraj Menurut Etimologi


Penulis mengawali tulisan tentang Isra dan Mikraj ini dengan cara membedah makna keduanya menurut etimologi atau bahasa. Di dalamnya diuraikan penyebutan kata Isra dan Mikraj dalam Alquran. 

Kata “Isra” ( (إسراءberasal dari kata dasar “Sara” (سرى) yang mengandung arti سير الليل (berjalan di waktu malam). Luis Makluf (dalam Al-Munjid) dan Ibnu Manzur (dalam Lisanul Arab) menambahkan kata “Isra” berasal dari kata سَرى- سُرى - سَريَة. Maknanya adalah سير الليل عامته, yakni keumuman berjalan pada waktu malam hari.

Selanjutnya Al-Zubaidi (dalam Tajul Arus) menyebutkan sekalipun makna سرى secara implisit bermakna sebagaimana telah dijelaskan di atas, namun diujung firman-Nya: أسرى بعبده ليلا سبحان اللذي disebut lagi kata ليلا. Penyebutan kata tersebut hanya berfungsi sebagai penguat (ta’kid) saja. Akan tetapi menurut sebagian ulama sebagaimana dijelaskan Ragib al-Asfahani (dalam Al-Mufradat fi Garibil Quran) kata أسرى   bukan berasal dari kata سَرى -- يسرى, melainkan berasal dari kataالسَراة   yang mengandung arti  ,أرض واسعة yaitu bumi yang luas.

Al-Sahawi sebagaimana dikutif Al-Zubaidi, menjelaskan peristiwa Isra tidak terjadi kecuali pada waktu malam hari. Waktu ukuran normal yang diperlukan untuk Isra paling sebentar empat puluh hari. Sedangkan Rasulullah melakukannya dalam jangka waktu satu malam. Oleh karena itu pantas saja dalam firman-Nya (Surah Alisra: 1) diawali dengan kataسبحان   yang mengandung makna heran (takjub.) Namun karena peristiwa tersebut atas kehendak-Nya, maka Dia berkuasa atas segalanya. Sekalipun di luar jangkauan akal manusia.

Selanjutnya kata “Mikraj” (معراج) berasal dari kata عرج artinya إرتقى atau وعُلا إرتفع.. Ketiganya bermakna naik. Kemudian kata  معراج jamaknya  معارج ومعاريج bermakna السُلم والمصعد, yang mengandung arti alat untuk naik atau tangga. Ragib al-Asfahani menyebutkan kata عرج dapat ditemukan dalam firman-Nya sebagai berikut.                                                                                                             تعرج الملائكة والروح إليه في يوم كان مقداره خمسين الف سنة
“Para malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Allah dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.”(Surah Almaarij: 4).
Wahbah Zuhaili (dalam Tafsir Al-Wasit) menjelaskan maksud ayat tersebut ketika para malaikat dan Jibril naik (menghadap) Allah, maka mereka memakan waktu satu hari. Apabila hal itu dilakukan oleh manusia akan memakan waktu lima puluh ribu tahun menurut ukuran dunia. Kemudian Al-Tabari (dalam Tafsir Al-Tabari) menambahkan naiknya malaikat tersebut dimulai dari lapisan bumi yang paling bawah (pertama) hingga lapisan langit yang paling atas (ketujuh). Kemudian dalam ayat lainnya disebutkan sebagai berikut.
ولو فتحنا عليهم بابا من السماء فظلوا فيه يعرجون. لقالوا إنما سكرت أبصارنا بل نحن قوم مسحورون. 
“Dan seandainya Kami (Allah) membukakan kepada mereka (orang-orang kafir) salah satu dari (pintu-pintu) langit, lalu mereka terus menerus naik ke atasnya (14) Tentulah mereka berkata: "Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang orang yang kena sihir.” (15). (Surah Alhijr: 14-15).
Al-Qurtubi (dalam Al-Jami li Ahkamil Quran) menjelaskan ayat di atas berbicara tentang keadaan orang-orang kafir jika naik ke atas langit, kemudian menyaksikan para malaikat, maka mereka tetap dalam kekufurannya. Artinya mereka tidak akan menerima kebaikan dan yang lainnya.

Selanjutnya disebut pula dengan malam mikraj, karena naiknya doa pada malam tersebut. Hal ini ditunjukkan dalam firman-Nya sebagai berikut.
من كان يريد العزة فللّه العزة جميعا, إليه يصعد الكلم الطيب والعمل الصالح يرفعه. (فاطر: 10).   
“Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nya naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya.”(Surah Fatir: 10).  
Wahbah Zuhaili menjelaskan perkataan yang baik itu ialah kalimat tauhid (Lâ Ilâha Illallâh), zikir, tasbih, tahmid, takbir, amar makruf nahyi munkar, berdoa, dan membaca Alquran. Ayat tersebut berkenaan dengan sanggahan terhadap orang-orang kafir yang mencari kemuliaan dengan cara menyembah berhala. Sesungguhnya semua kemuliaan itu hakikatnya milik Allah. Semoga bermanfaat. Amin.

Catatan :
Jika Anda mengutip tulisan ini, jangan lupa untuk memasukkannya di daftar pustaka sebagai berikut:

Hidayat, Enang (2018, 12 April).    [Entri blog]. Diambil dari https://enanghidayat17.blogspot.com/2018/04/membedah-isra-mikraj-menurut-etimologi.html


Comments

Popular posts from this blog

Isolasi Diri Model Daud bin Abi Hindi

Rezeki Lahiriah dan Batiniah