Isolasi Diri Model Daud bin Abi Hindi
Siapa Daud bin Abi Hindi? Nama lengkapnya Daud bin Abi Hindi Dinar
bin Uzafir al-Qusyairi. Menurut riwayat beliau dikenal juga dengan sebutan Abu
Muhammad al-Kharasani atau Abu Bakar. Beliau termasuk ulama generasi Tabiin, seorang ulama penghapal hadis (hafiz), ulama tafsir (mufassir), dan ulama pemberi fatwa (mufti) berkebangsaan Basrah. Saat ini saya belum menemukan mengenai
referensi tahun lahirnya. Namun dari beberapa referensi mengenai wafatnya diketahui
tahun 139 Hijriah di jalan mau ke Makkah.
Terdapat referensi yang saya kutif seperti “Hilayat al-Auliya”
karya Abu Nuaim al-Asfahani, “Siyar A’lam al-Nubala” karya Syamsudin
al-Zahabi, dan yang lainnya menjelaskan selain termasuk sebagai ulama ahli
hadis dan tafsir, beliau juga dalam kesehariannya sebagai pedagang sutera di
pasar yang saleh dan jujur. Menurut riwayat lain sebagai pedagang kain.
Mengenai kesalehannya ada satu riwayat dikemukakan oleh Ibnu Abi Adi, ia berkata: "Daud bin Abi Hindi pernah melakukan puasa sunat selama empat puluh tahun. Tidak ada seorang pun yang mengetahui beliau puasa termasuk keluarganya sendiri. Ketika beliau berangkat pagi-pagi untuk berdagang ke pasar, beliau dibekali makanan oleh keluarganya. Akan tetapi di tengah jalan beliau mensedekahkannya kepada orang-orang yang sangat membutuhkannya. Dan ketika pulang dari pasar waktu sore hingga sampai ke rumah waktu Magrib, beliau makan malam bersama keluarga, padahal hal itu baginya adalah buka puasa.” Ketika berada di pasar, orang-orang pasar menyangka beliau sudah sarapan pagi di rumahnya. Demikian pula ketika di rumah keluarganya menyangka beliau sudah makan di pasar. Begitulah contoh ibadah dan kesalehan Daud bin Abi Hindi.
Mengenai kesalehannya ada satu riwayat dikemukakan oleh Ibnu Abi Adi, ia berkata: "Daud bin Abi Hindi pernah melakukan puasa sunat selama empat puluh tahun. Tidak ada seorang pun yang mengetahui beliau puasa termasuk keluarganya sendiri. Ketika beliau berangkat pagi-pagi untuk berdagang ke pasar, beliau dibekali makanan oleh keluarganya. Akan tetapi di tengah jalan beliau mensedekahkannya kepada orang-orang yang sangat membutuhkannya. Dan ketika pulang dari pasar waktu sore hingga sampai ke rumah waktu Magrib, beliau makan malam bersama keluarga, padahal hal itu baginya adalah buka puasa.” Ketika berada di pasar, orang-orang pasar menyangka beliau sudah sarapan pagi di rumahnya. Demikian pula ketika di rumah keluarganya menyangka beliau sudah makan di pasar. Begitulah contoh ibadah dan kesalehan Daud bin Abi Hindi.
Kesalehannya tersebut menyebabkannya diuji oleh Allah
dengan wabah penyakit Taun. Hal ini sebagaimana diriwayatkan
oleh Sufyan bin Uyainah, seorang ulama ahli hadis dari Makkah. Beliau (Sufyan) bercerita suatu ketika Daud bin Abi Hindi curhat kepadanya mengenai penyakit Taun yang pernah menimpanya. Kala itu sempat pingsan seolah-olah aku (kata Daud) didatangi oleh
dua orang lelaki. Salah satu dari keduanya meraba bagian atas
lidahku. Dan temannya meraba bagian yang lekuk dari telapak kakiku. Kemudian salah
seorang dari keduanya bertanya kepada temannya: "Apa yang sedang
engkau temukan”? Lalu temannya menjawab: “Aku menemukan bacaan tasbih, bacaan takbir, jalan untuk ke masjid, dan bacaan Alquran.” Lalu kedua
orang tersebut berdiri di hadapanku dan sembuhlah aku. Kemudian ketika itu juga
aku membaca Alquran dan menghapalnya yang sebelumnya tidak pernah dihapalnya."
Saya belum menemukan referensi mengenai siapa dua orang lelaki dimaksud yang mendatanginya. Terlepas dari hal itu yang jelas dialog yang telah dilakukan oleh keduanya dan terdengar oleh Daud
bin Abi Hindi ketika pingsan tersebut pada hakikatnya merupakan petunjuk obat
ketika beliau ditimpa wabah penyakit Taun. Obat tersebut yakni lebih memperbanyak bacaan
tasbih, takbir, melangkah ke masjid, membaca Alquran dan tentunya ditambah berkah puasa sunat
yang selama itu beliau lakukan. Sungguh menakjubkan dengan hal itu membuat beliau
sembuh. Inilah isolasi diri model Daud bin Abi Hindi. Bukan isolasi dalam arti diam saja tanpa
beraktifitas. Akan tetapi memanfaatkannya dengan memperbanyak zikir kepada Allah. Karena penyakit itu diyakini berasal dari Allah yang telah menguji kesabarannya. Dan wabah
penyakit tersebut menjadi rahmat bagi orang-orang saleh.
Jika kita kaitkan dengan konteks pada saat pandemi Covid-19 saat ini ada
baiknya kita meneladani kisah inspiratif tersebut. Tentunya selain berikhtiar
mematuhi himbauan pemerintah dan kesehatan juga tak lupa zikir kepada Allah. Ikhtiar
isolasi diri bagi yang pernah berinteraksi secara langsung dengan orang yang terinfeksi
Covid-19 apalagi bagi orang yang terpapar Covid-10 itu merupakan langkah yang baik
sekali untuk menghindari kemudaratan. Hal ini untuk menghindari menularnya wabah penyakit tersebut ke orang lain. Termasuk
dalam hal ini mengenai larangan pergi ke mesjid untuk salat Jumat dan berjamaah salat fardu bagi seseorang yang terpapar
Convid-19 dan orang yang sehat pun apabila tempat
tinggalnya potensi penularannya tinggi sebagaimana fatwa MUI saat ini. Oleh karena itu puasa Ramadan saat ini menjadi momen bagi kita untuk lebih memperbanyak membaca
tasbih, takbir dan ibadah lainnya serta memohon ampun kepada Allah. Karena kita
meyakini pandemi Covid-19 ini merupakan ujian, musibah sekaligus teguran agar
kita meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah.
Berkenaan dengan peristiwa yang terjadi pada diri manusia, ada baiknya jika kita simak juga salah satu petuah Daud bin Abi Hindi: “Dua
hal jika keduanya tidak ada, maka manusia tidak akan bisa memanfaatkan sesuatu
di dunia, yakni kematian dan tanah (bumi) yang terkena siraman air hujan.”
Petuahnya tersebut mengindikasikan adanya kematian memberi manfaat agar kita selalu
mempersiapkan amal sebagai bekal untuk dibawa mati dan kehidupan setelah adanya
kematian. Begitu pun turunnya hujan memberi manfaat bumi subur dan menjadi rezeki
bagi penghuninya. Jika keduanya tidak ada, maka bagaimana jadinya kehidupan ini. Mudah-mudahan puasa Ramadan saat ini menjadi obat untuk
menyembuhkan pandemi Covid-19 dan segera disirnakan dari bangsa kita khususnya dan umumnya bangsa-bangsa lain di dunia. Amin.
Referensi:
Abu
Nuaim al-Asfahani, Hilyat al-Auliya wa Tabaqat al-Asfiya, hlm. 93; Syamsudin al-Zahabi, Siyar A’lam al-Nubala, hlm. 1653;
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Al-Tarikh al-Kabir, Juz 3, hlm. 231; Adil
Nuwaihid, Mu’jam al-Mufassirin, hlm. 181;
Comments
Post a Comment