Munajat Nabi Musa As
Apa itu munajat? Para ulama seperti Ibnu Manzur (dalam Lisanul
Arab), Al-Zubaidi (dalam Tajul Arus), Al-Fairuzabadi (dalam Kamus
Al-Muhit), dan Luis Makluf (dalam Al-Munjid) mengemukakan munajat
dipahami berasal dari akar kata “na-aja”, yang berarti berdoa dan merendahkan
diri di depan Allah. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan munajat dengan doa sepenuh hati kepada Tuhan untuk mengharapkan keridaan, ampunan, bantuan, hidayah, dan sebagainya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa munajat adalah usaha sungguh-sungguh dan konsentrasi seorang muslim dalam berdoa guna mendekatkan diri kepada Allah, baik ketika dalam keaadaan susah maupun senang. Dan ia merasakan Allah begitu dekat dengannya, sehingga betapa rendahnya di hadapan-Nya.
Sebagaimana kita ketahui kisah tentang keberhasilan Nabi Musa As. dalam mendapatkan Taurat yang sebelumnya terlebih dahulu ber-munajat dengan melakukan puasa selama 40 hari (30 hari di bulan Zulkaidah dan 10 hari di bulan Zulhijah) dan berdiam diri di gunung Tursina. Kemudian bercakap-cakap dengan Allah secara langsung, tanpa melalui perantara. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya Surah Al-Araf: 143.
Bahkan, menurut salah satu riwayat Ibnu Abas sebagaimana dikutif Imam Jalaludin Suyuti (dalam Tafsir Durrul Mansur) diceritakan bahwa puasanya Nabi Musa As. ketika itu tidak hanya siangnya saja, melainkan dibarengi dengan malamnya. Mungkin ketika itu diperbolehkan praktik ibadah seperti itu.
Jika kita bayangkan sungguh berat ujian tersebut. Namun, karena kesungguhan dan tekad Nabi Musa As. yang ingin mewujudkan impiannya itu, apalagi hal tersebut perintah-Nya, maka hal tersebut dianggapnya ringan. Bukankah hal yang sama juga pernah dialami oleh penutup para Nabi dan Rasul, yaitu Nabi Muhammad Saw. dengan ber-munajat, yaitu berkhalwat (beribadah) di Gua Hira sehingga turunlah wahyu pertama, yaitu surat Al-Alaq.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa munajat adalah usaha sungguh-sungguh dan konsentrasi seorang muslim dalam berdoa guna mendekatkan diri kepada Allah, baik ketika dalam keaadaan susah maupun senang. Dan ia merasakan Allah begitu dekat dengannya, sehingga betapa rendahnya di hadapan-Nya.
Sebagaimana kita ketahui kisah tentang keberhasilan Nabi Musa As. dalam mendapatkan Taurat yang sebelumnya terlebih dahulu ber-munajat dengan melakukan puasa selama 40 hari (30 hari di bulan Zulkaidah dan 10 hari di bulan Zulhijah) dan berdiam diri di gunung Tursina. Kemudian bercakap-cakap dengan Allah secara langsung, tanpa melalui perantara. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya Surah Al-Araf: 143.
Bahkan, menurut salah satu riwayat Ibnu Abas sebagaimana dikutif Imam Jalaludin Suyuti (dalam Tafsir Durrul Mansur) diceritakan bahwa puasanya Nabi Musa As. ketika itu tidak hanya siangnya saja, melainkan dibarengi dengan malamnya. Mungkin ketika itu diperbolehkan praktik ibadah seperti itu.
Jika kita bayangkan sungguh berat ujian tersebut. Namun, karena kesungguhan dan tekad Nabi Musa As. yang ingin mewujudkan impiannya itu, apalagi hal tersebut perintah-Nya, maka hal tersebut dianggapnya ringan. Bukankah hal yang sama juga pernah dialami oleh penutup para Nabi dan Rasul, yaitu Nabi Muhammad Saw. dengan ber-munajat, yaitu berkhalwat (beribadah) di Gua Hira sehingga turunlah wahyu pertama, yaitu surat Al-Alaq.
Sungguh, kisah ini memberikan inspirasi kepada kita semua bahwa
tidak cukup hanya usaha lahir saja dalam rangka menggapai impian, tetapi usaha
batin pun jangan sampai diabaikannya. Usaha lahir dengan cara berjuang atau berusaha sungguh-sungguh dibarengi dengan kesabaran,
kemudian bertawakal kepada-Nya. Sedangkan usaha batinnya bermunajat kepada-Nya. Oleh karena itu, keberhasilan tidak terlepas
dari kedua usaha tersebut.
Itulah munajat puasa.Tentunya bukan hanya satu-satunya
puasa saja cara munajat tersebut. Salat pun termasuk salah satu cara munajat
yang ampuh dalam rangka menggapai impian, seperti salat Tahajud terutama di
sepertiga malam terakhir. Apalagi dibarengi dengan puasa di siang harinya. Banyak fadilah atau keutamaan sebagaimana kita
ketahui terkait ibadah tersebut yang telah dijelaskan-Nya. Di antaranya akan
ditempatkan dalam tempat yang terpuji. Begitu pun dijelaskan oleh Rasulullah, Allah akan mengabulkan permintaan hamba-Nya.
Sungguh munajat merupakan kebiasaan orang-orang saleh terdahulu, termasuk para Nabi, para sahabat, para ulama, dan orang saleh lainnya. Suatu usaha untuk meraih kesuksesan dunia dan akhirat. Semoga bermanfaat. Amin.
Sungguh munajat merupakan kebiasaan orang-orang saleh terdahulu, termasuk para Nabi, para sahabat, para ulama, dan orang saleh lainnya. Suatu usaha untuk meraih kesuksesan dunia dan akhirat. Semoga bermanfaat. Amin.
Catatan :
Jika Anda mengutip tulisan ini, jangan lupa untuk memasukkannya di daftar pustaka sebagai berikut:
Hidayat, Enang (2017, 29 Juli). Munajat Nabi Musa [Entri blog]. Diambil dari https://enanghidayat17.blogspot.com/2017/07/munajat-nabi-musa-as.html
Semangat papaw
ReplyDeleteSip, mantp kyai...
ReplyDeleteBermanfaat banget pak
ReplyDeleteBermanfaat banget pak
ReplyDeleteHatur nuhun kang kana elmu munajatna....
ReplyDelete👍
ReplyDelete