Transaksi Ekonomi Syariah

Membicarakan persoalan muamalah (hukum ekonomi syariah) tidak bisa dilepaskan dari peranan akad (transaksi) terkait dengan keabsahannya. Sebelum membahas apa itu akad, penulis terlebih dahulu akan membahas apa yang dimaksud dengan muamalah?  Kata ini sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari dan kita pun sering mengamalkannya.  

Secara bahasa kata “muamalah” berarti saling berbuat atau saling bertindak di antara dua orang atau lebih. Artinya, jika dalam kehidupan sehari-hari kita melakukan sebuah aktivitas yang melibatkan orang lain, maka itu dikatakan muamalah. Sedangkan muamalah menurut istilah sebagaimana dikemukakan Farid Wadjdi (dalam Dairat Maarifil Qarnil Isyruna) adalah hukum syarak yang berkaitan dengan kehidupan dunia. Artinya, aktivitas kehidupan di dunia tidak terlepas dari hukum yang mengaturnya. Namun tujuannya tidak hanya untuk kemaslahatan hidup di dunia semata, tapi untuk kemaslahatan akhirat pula.

Oleh karena itu, kiranya tepat sekali Abu Ishak Al-Syatibi (dalam Al-Muwafaqat fi Usulis Syariah) mengatakan muamalah adalah suatu perbuatan yang bertujuan untuk kemaslahatan manusia seperti pemindahan kepemilikan dengan cara tukar menukar harta. Inilah di antara ciri khas sistem ekonomi Islam yang mengakui adanya kehidupan setelah kehidupan dunia, yakni akhirat. Karenanya, seorang muslim dalam bermuamalah tidak hanya semata-mata tujuannya untuk mencari keuntungan dunia saja, tapi keuntungan akhirat juga patut menjadi perhatiannya. Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang tidak mengakui adanya kehidupan setelah dunia.

Selanjutnya, para ulama secara umum mendefinisikan akad sebagai tindakan yang didasarkan pada ketetapan hati dan tekad yang kuat, baik dilakukan oleh seorang atau lebih. Dari sini, para ulama juga membagi akad kepada dua bagian. Pertama, bermakna umum, yakni setiap setiap tindakan yang mengharuskan manusia menanggung resiko darinya dan mempunyai dampak hukum. Kedua, bermakna khusus, yakni mengikat tindakan tersebut dengan ijab dan kabul menurut ketentuan syarak.

Makna umum akad sebagaimana disebutkan di atas terkait dengan gambaran keinginan kedua belah pihak yang mengandung kecocokan. Karenanya, jika keinginan hanya satu pihak saja tidak dinamakan dengan akad, tapi janji. Berkenaan dengan makna umum akad ini, para ulama menjadikan firman Allah yang terkait dengan keharusan memenuhi akad (Surah Almaidah: 1) sebagai sandarannya. Contohnya seperti jual beli, pernikahan, menitipkan barang, dan lain sebagainya. Objeknya tidak hanya terkait dengan muamalah maliah, tetapi terkait juga dengan muamalah lainnya seperti pernikahan. Sedangkan makna khusus akad terkait dengan keabsahan sebuah akad, yakni adanya tindakan yang menunjukkan keridaan kedua belah pihak. Sehingga para ulama mengeluarkan sebuah kaidah fikih: "Hukum asal dalam akad berdasarkan keridaan kedua belah pihak."

Namun tulisan yang dimaksud penulis di sini adalah muamalah maliah, yakni muamalah yang berhubungan dengan aktivitas manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari seperti jual beli, sewa-menyewa, gadai, dan lain sebagainya. Dikatakan maliah, karena terkait dengan tukar-menukar harta. Keberadaan muamalah ini oleh para ulama seperti Ali Fikri dibaginya menjadi dua bagian. Pertama, muamalah madiah, yakni muamalah yang menjadi objeknya adalah harta. Kedua, muamalah adabiah, yakni muamalah yang terkait dengan cara tatakrama atau adab manusia ketika melangsungkan akad. Namun, pada praktiknya kedua jenis muamalah tersebut tidak bisa dipisahkan. Jenis muamalah ini sering kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi sebuah kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan. Sehingga para ulama mengeluarkan kaidah fikih: “Sebuah kebutuhan menempati posisi darurat, baik bersifat khusus maupun umum.”

Dalam menilai keabsahan sebuah akad, di antaranya adanya ijab kabul yang pelaksanaannya dibolehkan dengan ucapan atau perbuatan atau isyarah atau tulisan atau utusan atau maksud/tujuan. Dari sini juga para ulama mengeluarkan contoh kaidah fikih yang terkait dengannya, seperti kaidah: “Yang dijadikan pertimbangan dalam menilai keabsahan sebuah akad muamalah maliah adalah dilihat dari segi makna atau tujuannya, bukan ucapannya.” Hal ini tentunya tidak lepas dari kondisi yang mengiringinya ketika kita akan melaksanakan akad. Sesuai dengan karakter fikih itu sendiri yakni elastis dan flexible sesuai dengan perkembangan zaman.     

Para ulama juga membagi bentuk akad dalam muamalah maliah secara umum terbagi kepada empat macam. Pertama, akad muawadah, yaitu akad yang terkait dengan tukar-menukar harta yang dilakukan oleh kedua belah pihak, seperti bai dan ijarah. Kedua, akad tabaruah, yaitu akad yang terkait derma atau pemberian sukarela. Dalam akad ini tidak membutuhkan kedua belah pihak saling melakukan timbal balik. Artinya pihak lain tidak ada keharusan membalasnya dengan memberikan manfaat, seperti ariah, wakaf, wasiat, hibah, dan wakalah. Ketiga, akad musyarakah, yakni akad yang terkait dengan kerjasama baik dalam bidang perdagangan atau pertanian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, seperti syirkah, mudarabah, muzaraah atau mukhabarah dan musakah. Keempat, akad tausikah, yaitu akad yang terkait dengan penguat kepercayaan karena adanya utang-piutang, seperti rahn, hiwalah, dan kafalah

Keempat bentuk akad tersebut secara umum bertujuan dalam rangka saling tolong-menolong dan menumbuhkan rasa kasih sayang di antara sesama manusia sebagai makhluk sosial. Dengan kata lain disyariatkannya keempat bentuk akad tersebut untuk kemaslahatan manusia. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya apabila keempat bentuk akad tersebut tidak disyariatkan Allah. Apabila hal itu terjadi, tentunya kita semua akan mengalami kesulitan.

Untuk lebih jelasnya mengenai pembahasan keempat macam bentuk akad tersebut sebagai langkah awal menambah pengetahuan tentang transaksi ekonomi syariah dapat dibaca buku karya penulis yang berjudul “Transaksi Ekonomi Syariah” yang diterbitkan oleh PT. Remaja Rosdakarya Bandung (http://rosda.co.id/agama/66-transaksi-ekonomi-syariah.html). Mudah-mudahan buku tersebut bermanfaat. Amin.  

Comments

Popular posts from this blog

Membedah Isra Mikraj Menurut Etimologi

Isolasi Diri Model Daud bin Abi Hindi

Rezeki Lahiriah dan Batiniah