Trick on Track Qanaat
Ketika hidup sudah terpengaruh gaya hedonisme, maka sifat qanaat
terkikis dalam diri seseorang sehingga akan mengakibatkan segala macam cara ditempuh untuk mewujudkan impiannya. Hal ini mungkin karena terdorong oleh lingkungan
yang mengitarinya atau karena dorongan hawa nafsu yang terus menerus
merongrongnya atau karena karakter hidupnya memang demikian adanya.
Apa sebenarnya qanaat (bahasa Arab dibaca: al-qanaat)
itu? Al-Zubaidi (dalam Tajul Arus) dan Al-Jauhari (dalam Al-Sihah Tajul Lugah wa Sihahul Arabiah) mengatakan bahwa qanaat itu adalah rida terhadap bagian yang telah
ditetapkan Allah. Selanjutnya Muhamad bin Ali Tirmizi sebagaimana dikutif Rafik
Azam (dalam Mausuah Mustalahut Tasawuf) menambahkan qanaat adalah
ridanya jiwa atas rezeki yang telah berikan oleh Allah, merasa cukup dengan
sesuatu yang ada, dan menghilangkan sifat rakus atau serakah dalam diri.
Terkait dengan qanaat ini, jauh-jauh hari Rasulullah dalam
riwayat Abu Hurairah telah mengingatkan kita semua agar rida terhadap apa yang
telah anugerahkan kepada kita. Jika sudah bisa melakukan hal itu, maka kita
termasuk orang yang paling berkecukupan (HR. Tirmizi dan Ahmad). Selanjutnya
dalam riwayat lain dikatakan orang yang rida terhadap anugerah yang telah Allah
berikan, maka Allah akan memberikan keberkahan dan meluaskan rezekinya (HR.
Ahmad).
Hadis tersebut memberikan isyarat kepada kita bahwa sifat qanaat mempunyai keutamaan yang sungguh luar biasa. Selain termasuk orang yang paling berkecukupan, juga termasuk manusia yang mendapatkan keberkahan serta diluaskannya rezeki. Mengapa demikian? Mari kita kita cermati yang namanya kehidupan dunia tidak ada ujung-ujungnya. Sedangkan hawa nafsu terus-menerus merongrongnya agar melihat urusan dunia ke atas sehingga tidak merasa cukup dengan pemberian Allah yang ada dan otomatis terabaikannya rasa syukur atas nikmat yang ada. Apabila hal ini sudah terjadi, maka otomatis tidak ada ketenangan dalam jiwa atau selalu diliputi rasa gundah.
Sifat qanaat itu tidak akan menghambat kita untuk menggapai sebuah impian atau semangat untuk melakukan sebuah perubahan. Maksudnya adalah dalam menyikapi kehidupan tidak berlebihan-lebihan sehingga tidak ambisius yang berpotensi menghalalkan segala macam cara, tak peduli orang banyak bahkan negara dirugikan.
Itulah salah satunya penyakit yang menghinggapi di negara kita, kenapa korupsi di negara tercinta ini seperti jamur di musim hujan sebagaimana kita saksikan beritanya di televisi tiap hari. Oleh karena itu, ada baiknya kita kutif pernyataan Jack Bologne dalam teori GONE-nya terkait dengan faktor penyebab terjadinya korupsi adalah karena keserakahan (greedy), kesempatan (opportunity), kebutuhan (need), dan pengungkapan (exposures). Faktor-faktor tersebut pada hakikatnya saling berkaitan satu sama lain dan saling memengaruhinya. Keserakahan bisa disebabkan karena tidak merasa cukup dengan gaji yang ada. Padahal menurut ukuran sudah termasuk besar. Hal inilah disebabkan karena jauhnya dari sifat qanaat.
Untuk pembahasan lebih luasnya telah penulis kemukakan dalam buku “Jihad Melawan Korupsi” yang diterbitkan oleh PT. Remaja Rosdakarya Bandung hasil kerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan telah di-Launching-kan tanggal 28 September 2016 di JCC Senayan Jakarta dalam acara “International Indonesia Books Fair (IIBF)“ yang berbarengan dengan buku-buku antikorupsi program “Indonesia Membumi” yang diterbitkan oleh penerbit-penerbit lainnya yang tergabung dalam Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi).
Bagaimana Trick atau jalan yang ditempuh agar kita mempunyai sifat qanaat?
Tidak ada jalan lain kecuali kita pandai bersyukur terhadap nikmat yang telah
dianugerahkan Allah sebagaimana yang telah dicontohkan oleh orang-orang saleh seperti para Nabi, sahabat, dan para ulama. Dengan cara apa? Terus meningkatkan amal saleh dan melihat
urusan dunia ke bawah sedangkan melihat urusan ahkhirat ke atas. Bagaimana Trick-nya? Trick dimaksud
adalah kaidah-kaidah atau formula yang cocok menjadi panduan bagi kita di
antaranya sabar. Dalam hal ini Ibnu Taimiah sebagaimana dikutif Abdul Muhsin
bin Muhamad Al-Qasim (dalam Khuthuwat ila al-Sa’adah) mengatakan: “Rintangan
dan ujian laksana panas dan dingin. Apabila seseorang mengetahui bahwa keduanya
mesti ada, maka ia tidak akan marah dan sedih apabila keduanya datang
kepadanya.” Mudah-mudahan kita semua termasuk orang yang qanaat sehingga
termasuk juga ke dalam orang-orang yang paling berkecukupan dalam pandangan Allah. Amin Ya Mujibassailin.
Comments
Post a Comment