Peristiwa Muharam
Syukur alhamdulillah kita bisa memasuki bulan Muharam. Apa itu Muharam? Istilah Muharam merupakan sebutan orang-orang Arab sebagaimana
dijelaskan Ibnu Manzur (dalam Lisanul Arab), karena pada waktu itu mereka
mengharamkan melakukan peperangan. Disandarkannya kepada Allah dengan sebutan syahrullah,
karena Dia telah mengagungkannya. Oleh karena itu bulan Muharam ini termasuk asyhurul
hurum, selain Rajab, Zulkaidah, dan Zulhijah.
Terjadi proses panjang sampai disebut Muharam sebagai awal tahun
baru dalam Islam. Jika kita menelaah kitab sejarah, dapat kita temukan bahwa
para sahabat berbeda pendapat terkait dengan penentuan penanggalan Islam.
Perbedaan pendapat terjadi apakah penentuan tersebut meniru penanggalan Romawi
atau Persia. Namun karena sudah menjadi karakter orang-orang Arab, mereka tidak
menyukai penanggalan cara keduanya. Alasannya karena sebenarnya banyak juga peristiwa
dalam Islam yang pantas untuk dijadikan referensi penanggalan guna menyatukan
umat muslim.
Pada masa itulah Umar bin
Khattab bermusyawarah dengan para sahabat. Sebagian di antara mereka ada yang
mengusulkan bagaimana kalau penanggalan itu diawali sejak diutusnya Rasulullah.
Ada juga sahabat lainnya mengusulkan bagaimana kalau penanggalan itu diawali
dari wafatnya beliau. Ada juga usul sahabat lainnya bagaimana kalau penanggalan
itu dimulai sejak hari kelahirannya atau sejak diangkatnya beliau jadi Rasul (bi’sah).
Perdebatan panjang akhirnya membuahkan hasil penanggalan dalam
Islam dimulai dari hijrahnya beliau ke kota Madinah. Namun, masih ada yang
mengganjal di hati para sahabat terkait dengan awal bulannya. Karena jika
merujuk datangnya beliau ke kota Madinah, yakni bulan Rabiul Awal, bukan
Muharam. Maka, ketika itu pula para sahabat bersilang pendapat juga. Ketika itu
pula ada yang mengusulkan lagi bagaimana jika diawali bulan Ramadan saja. Perdebatan
panjang juga akhirnya membuahkan hasilnya, maka Muharam-lah sebagai awal bulan
penanggalan Islam. Alasan para sahabat sederhana saja, karena pada bulan itu
para jamaah haji pulang ke tanah airnya masing-masing. Peristiwa penanggalan pertama
dalam Islam itu terjadi enam belas tahun setelah Rasulullah hijrah ke Madinah.
Pada waktu itu permulaan Muharam tahun pertama Hijriah bertepatan dengan hari
Kamis, tanggal 15 Juli tahun 622 M.
Dengan demikian dapat kita pahami bahwa awal bulan Hijriah itu
sebenarnya tidak bertepatan dengan bulan hijrahnya Rasulullah ke Madinah, karena
kalau merujuk ke sana hijrahnya itu pada bulan Rabiul Awal sebagaimana telah
dikemukakan di atas. Demikian dijelaskan Al-Suhaili riwayat dari Imam Malik. Artinya, para sahabat menyepakati diawali
penanggalan Islam itu sebelum datangnya beliau ke Madinah, yakni dua bulan
sebelumnya. Permasalahan berkaitan dengan hal tersebut bisa kita baca kitab
sejarah (tarikh), seperti Sahih Tarikh al-Tabari al-Sirah al-Nabawiah
karya Abu Jakfar al-Tabari; Al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Kasir; Al-Sirah
al-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam, dan kitab sejarah lainnya.
Makna Hakiki Hijrah
Apa itu hijrah? Jika kita menelaah definisi hijrah yang dikemukakan
para ulama, seperti Al-Fairuzabadi (dalam Al-Qamus al-Muhit), Luis
Makluf (dalam Al-Munjid), Al-Zubaidi (dalamTajul Arus), Al-Jauhari
(dalam Qamus al-Sihah) Rawas Qalahji (dalam Mujam Lugatul Fuqaha), mereka
mendefinisikannya dengan keluarnya seseorang atau kelompok dari daerah yang
satu ke daerah yang lainnya. Ada juga ulama lainnya seperti Ragib al-Asfahani
(dalam Al-Mufradat fi Garibil Quran) mendefinisikannya dengan
keluarnya seseorang atau kelompok dari daerah kekufuran menuju ke daerah
keimanan seperti dari ke Mekah ke Madinah.
Selanjutnya Ibnu Daqiqil Id sebagaimanad dikutif Mausuah Fiqhiah membagi istilah hijrah secara umum kepada lima macam. Pertama,
hijrahnya para sahabat ke Habsyah, yakni tatkala orang-orang kafir menyakiti
mereka. Kedua, hijrah dari Mekah ke Madinah. Ketiga, hijrahnya suatu
kabilah kepada Nabi guna memperdalam ilmu agama, kemudian pulang lagi ke daerah
asalnya. Lalu di sana mereka mengajarkannya lagi kepada kaumnya. Keempat,
hijrahnya seseorang yang sudah masuk Islam dari penduduk Mekah guna
mendatangi Nabi, kemudian kembali lagi ke Mekah. Kelima, meninggalkan
apa-apa yang dilarang Allah. Jenis hijrah terakhir ini agaknya yang cocok untuk
konteks kita sekarang ini.
Selanjutnya Ibnu Qayim (masih dalam kutifan Mausuah Fiqhiah)
membagi hijrah menjadi dua macam. Pertama, hijrah dengan badan, yakni
pindah dari satu kampung ke kampung lainnya. Kedua, hijrah dengan hati,
yakni menuju Allah dan Rasul-Nya. Misalnya, hijrah dari kecintaan kepada selain
Allah menuju kepada kecintaan kepada-Nya; hijrah dari menyembah kepada
selain-Nya menuju kepada-Nya; dan yang lainnya berkaitan dengan pindahnya
seseorang dari perbuatan yang jelek kepada perbuatan yang baik, dari kemaksiatan
kepada ketaatan. Jenis hijrah terakhir ini sama intinya dengan yang dikemukakan
Ibnu Daqiqil Id di atas yang merupakan hijrah hakiki untuk konteks kita
sekarang.
Pada waktu Rasulullah di Madinah, sebagaimana dijelaskan beberapa
hadisnya seperti dikutif Al-Syaukani (dalam Nailul Autar) beliau menemukan orang-orang Yahudi berpuasa
pada hari Asyura (10 Muharam) guna memperingati selamatnya Nabi Musa dari
kejaran Firaun. Bukan itu saja, orang-orang Quraisy pun pada masa Jahiliah juga
terbiasa melakukan puasa tersebut guna mengagungkan kiswah Kakbah. Selanjutnya
Rasulullah menganjurkan kepada para sahabat agar melakukan puasa Asyura, namun
dalam rangka bukan ikut-ikutan seperti apa yang dilakukan orang-orang Quraisy
dan orang-orang Yahudi. Beliau sendiri ketika itu melakukannya.
Kemudian tatkala diwajibkan puasa Ramadan tahun 2 Hijriah, beliau mengumumkan kepada para sahabat terkait dengan kewajiban puasa tersebut dan memberikan pilihan kepada mereka apakah mau melanjutkan puasa Asyura atau meninggalkannya, mengingat kedudukan puasa tersebut hukumnya sunat. Namun beliau sendiri tetap terus melaksanakannya hingga suatu ketika beliau pernah merencanakan akan melakukan puasa Asyura, namun rencana tersebut tidak sempat terlaksana, karena sebelumnya telah wafat, yakni tahun 11 Hijriah. Inilah yang oleh para ulama ahli hadis dikenal dengan hadis hammi, yakni rencana atau cita-cita beliau yang belum terlaksana karena wafat duluan, seperti puasa Asyura. Fadilah puasa ini sebagaimana hadis riwayat Muslim dari Abu Qatadah dapat menghapus dosa satu tahun yang lalu.
Kemudian tatkala diwajibkan puasa Ramadan tahun 2 Hijriah, beliau mengumumkan kepada para sahabat terkait dengan kewajiban puasa tersebut dan memberikan pilihan kepada mereka apakah mau melanjutkan puasa Asyura atau meninggalkannya, mengingat kedudukan puasa tersebut hukumnya sunat. Namun beliau sendiri tetap terus melaksanakannya hingga suatu ketika beliau pernah merencanakan akan melakukan puasa Asyura, namun rencana tersebut tidak sempat terlaksana, karena sebelumnya telah wafat, yakni tahun 11 Hijriah. Inilah yang oleh para ulama ahli hadis dikenal dengan hadis hammi, yakni rencana atau cita-cita beliau yang belum terlaksana karena wafat duluan, seperti puasa Asyura. Fadilah puasa ini sebagaimana hadis riwayat Muslim dari Abu Qatadah dapat menghapus dosa satu tahun yang lalu.
Peristiwa apa
saja yang ada pada bulan Muharam?
Imam Gazali (dalam Mukasyafatul Qulub) meriwayatkan banyak
peristiwa di bulan Muharam terutama pada hari Asyuranya. Di antaranya selain
telah disebutkan di atas berkaitan dengan kisah Nabi Musa, juga pada waktu itu
bertepatan dengan diciptakannya Nabi Adam, dimasukkannya ke surga, dan diterima
taubatnya; diciptakannya Arasy, Kursi,
langit, matahari, bulan, dan bintang; dilahirkannya Nabi Ibrahim serta
diselamatkannya dari api; dilahirkannya Nabi Isa dan diangkatnya beliau ke
langit; diangkatnya Nabi Idris ke tempat yang tinggi; terdamparnya perahu Nabi
Nuh di gunung Judy; diberikannya kerajaan kepada Nabi Sulaiman; dikeluarkannya
Nabi Yunus dari perut ikan Paus; Nabi
Yakub bisa melihat kembali; keluarnya Nabi Yusuf dari sumur; sembuhnya Nabi
Ayub dari penyakit; dan awal turun hujan dari langit.
Semoga kita semua dapat merenungi makna Muharam serta peristiwa
yang terkait dengannya sekaligus juga makna hakiki hijrah untuk konteks kita
sekarang ini berkaitan dengan kehidupan kita sehari-hari menuju kepada kehidupan
yang lebih baik, tak terkecuali dalam persoalan ibadah sehari-hari maupun
muamalah dalam konteks manusia sebagai makhluk sosial. Terlebih lagi dalam
konteks negara kita tercinta ini semoga semakin terus rukun dan damai dalam
keberagaman suku, agama, dan budaya dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Amin.
Alhamdulillah, jadi menambah wawasan tentang bulan Muharram....
ReplyDeleteTerimakasih atas komentarnya.Semoga bermanfaat.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete