Ngaji Rasa Suami-Isteri, Mampukah?

Di minggu akhir bulan Rabiul Awal ini dan kebetulan menjelang libur semester sekolah, mari kita membahas contoh sebagian kisah Rasulullah Saw dan sahabatnya terkait dengan upaya saling memahami perasaan masing-masing (suami-isteri) guna melihara kerukunan dalam rumah tangga. 

Harus kita akui bahwa ngaji rasa dan ngaji diri sungguh sulit dalam praktiknya. Apakah terkait dengan hubungan sesama teman, suami-isteri atau dalam hidup bermasyarakat. Namun tulisan yang akan dibahas di sini adalah ngaji rasa ala Rasulullah dan sahabat dalam kehidupan berumah tangga yang menjadi suri tauladan bagi kita semua. Kendatipun sulit, tapi kita semua optimis asalkan ada kemauan yang kuat setahap demi setahap mudah-mudahan dapat berkahnya sehingga kita bisa menuruti sepak terjangnya dalam kehidupan berkeluarga. Amin.

Selanjutnya mari kita perhatikan hadis Rasulullah riwayat Aisyah: “Aku paham kapan engkau (Aisyah) ketika sedang senang dan marah kepadaku.” Aisyah bertanya: ‘Kenapa engkau bisa mengetahui hal itu’? Rasulullah menjawab: ‘Jika engkau sedang senang kepadaku, engkau akan berkata: ‘Tidak, demi Tuhan Muhammad. Sedangkan jika sedang marah, engkau akan mengatakan: ‘Demi Tuhan Ibrahim.’ Ketika itu pula Aisyah mengakui keadaan demikian, seraya berkata: ‘Demi Allah, benar sekali engkau wahai Rasulullah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Jika kita menelaah riwayat hadis tersebut, maka akan dapat menyimpulkan betapa Rasulullah Saw memahami betul karakter Aisyah dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dibuktikan dengan ungkapannya ketika sedang senang, Aisyah akan menyebut nama Rasulullah, sebaliknya jika sedang marah, tidak menyebutnya. Termasuk dalam hal ini Rasulullah paham betul usia Aisyah yang masih muda sekali dan berpengaruh kepada kepribadiannya. Karena ketika dinikahi Rasulullah, usia Aisyah baru berumur sembilan tahun. Dan hidup bersamanya selama sembilan tahun. Menurut riwayat, pada saat sudah nikah pun berdasarkan penuturan Aisyah, ia masih suka bermain boneka dengan para gadis di rumah Rasulullah, karena diajak olehnya (Aisyah).

Pernah juga pada suatu ketika beliau memanggil Aisyah dengan panggilan: “Ya Humairah” (wahai yang kemerah-merahan). Humairah maksudnya sebutan untuk perempuan yang berkulit putih bersih. Ada lagi yang menyebutkan maksudnya perempuan yang berkulit putih bercampur merah kekuning-kuningan. Sebutan tersebut merupakan bentuk kelembutan Rasulullah yang diungkapkan melalui ucapannya demikian kepada isterinya. 

Kemudian pernahkah kita mendengar kisah Asma binti Abu Bakar (isteri Zubair)? Di antara kisahnya adalah suatu hari Asma bepergian ke kampung Zubair, kurang lebih jaraknya 2/3 farsakh dari rumahnya. Saat pulang, ia membawa biji-bijian untuk kuda milik Zubair. Pernah terjadi ketika ia pulang, ia berpapasan di jalan dengan Rasulullah Saw yang sedang mengendarai unta beserta rombongan sahabat. Karena Rasulullah merasa kasihan melihat Asma demikian, maka ketika itu beliau membungkukkan untanya, dan mempersilahkan Asma untuk naik di belakangnya. Inilah rasa empati dan bentuk kepedulian Rasulullah melihat kondisi orang lain. Beliau pun paham betul seandainya tidak disertai sahabat, sebagai saksi, maka tidak akan mempersilahkan Asma demikian. Karena khawatir terjadi fitnah yang tidak diinginkan.

Bagaimana respon Asma? Apakah ia senang dengan tawaran Rasulullah tersebut atau tidak? Saat itu Asma hanya menjawab: “Aku malu.” Kenapa ia malu? Karena ia memahami betul karakter suaminya (Zubair) yang pencemburu. Karena melihat sikap Asma tersebut, maka saat itu pula Rasulullah meneruskan perjalanannya. Kemudian sesampainya di rumah, Asma pun menceritakan kejadian tersebut kepada suaminya. Bagaimana respon suaminya? Suaminya hanya mengatakan: “Sungguh, jalanmu lebih berat bagiku daripada naik unta bersama Rasulullah.” Artinya ia lebih setuju apabila isterinya tidak naik unta Rasulullah dan jalan bersama-sama” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kisah di atas memberikan pemahaman betapa Asma paham betul karakter suaminya. Oleh karena itu ia pun sebisa mungkin menghindari hal-hal yang berpotensi dapat menimbulkan kecemburuan suaminya. Asma dalam hal ini mengamalkan hadis Rasulullah: “Perhatikanlah posisimu. Sesungguhnya ia (suami) adalah surga dan nerakamu.” (HR. Ahmad dan Nasai). Hadis tersebut mengandung pemahaman bahwa suami adalah kunci surga bagi isterinya. Betapa kedudukan suami begitu tinggi. Oleh karena itu menjaga perasaannya menjadi sebuah keniscayaan apabila isteri menginginkan surga.

Kisah di atas juga memberikan pelajaran yang berharga kepada kita semua betapa faktor pembentuk kebahagiaan suami-isteri dalam keluarga dan kelanggengan bahtera rumah-tangga hingga nenek-nenek dan kakek-kakek perlu dijaga masing-masing sejak dini. Termasuk dalam hal ini saling memahami karakter dan hal-hal yang disukai atau tidaknya oleh masing-masing.  

Bisa kita bayangkan dua karakter yang berbeda berkumpul dalam satu jalinan keluarga. Berbeda latar belakang usia, pendidikan, keluarga, budaya, dan yang lainnya. Kalau tanpa adanya saling memahami satu sama lain, maka tidak akan terwujud kedamaian dan kasih-sayang. Namun yang tak boleh diabaikan satu sama lain ketulusan yang menjadi landasan sejak awal menjadi faktor yang penting agar terciptanya keluarga yang sakinah mawadah warrahmah. Kemudian yang tak kalah pentingnya dan menjadi dasar adalah pemahaman dan pengamalan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari yang dampaknya terhadap pembentukan kepribadian anak. Karena anak akan mengikuti apa yang dilakukan oleh orang tuanya.   

Harus kita akui sebuah rumah tangga tak terkecuali keluarga orang saleh pun tidak terlepas dari konflik. Namun bedanya jika keluarga orang saleh, konflik tersebut tidak akan berkepanjangan dan berupaya menghindari jebakan syetan yang senantiasa mendorong umatnya kepada jalan kehancuran. Oleh karena itu mereka senantiasa memohon perlindungan kemudian bermusyawarah dan membicarakannya dengan baik-baik, berdamai dan saling meminta maaf. Semoga kita semua setahap demi setahap mampu meneladani kehidupan Rasulullah dan sahabatnya dalam membentuk keluarga yang diberkahi Allah. Amin.

Comments

Popular posts from this blog

Membedah Isra Mikraj Menurut Etimologi

Isolasi Diri Model Daud bin Abi Hindi

Rezeki Lahiriah dan Batiniah