Bercahaya dengan Berjamaah Ibadah
Kata-kata “berjamaah” sering kita dengar dalam kehidupan
sehari-hari, baik terkait dengan ibadah maupun muamalah. Namun yang dimaksud
dalam tulisan ini berjamaah hubungannya dengan ibadah, yakni salat. Begitu
pentingnya berjamaah ini sehingga mendatangkan berkah (al-barakah maal
jamaah). Tak terkecuali membudayakan berjamaah salat dalam kehidupan
berkeluarga. Mengapa demikian? Kita perhatikan kata-kata “berjamaah” berasal
dari kata “al-Jam’u” yang mengandung arti mengumpulkan sesuatu dengan
cara merapatkan yang satu dengan yang lainnya.
Dalam Alquran sebagaimana dijelaskan Ragib al-Asfahani (dalam Al-Mufaradat
fi Garibil Quran) terdapat ayat yang menerangkan matahari dan bulan
dikumpulkan (Surah Al-Qiyamah: 9). Ayat ini menerangkan pada hari kiamat bulan
dan matahari dikumpulkan dan kedua cahayanya dihilangkan Allah dan tidak akan
kembali lagi seperti semula. Ibnu Manzur menyebutkan kata “al-Jam’u”
mengandung arti mengumpulkan sesuatu yang asalnya bercerai-berai atau berserakan.
Jika kita memerhatikan kata-kata “al-Jam’u” sebagaimana
dikemukakan oleh Ragib al-Asfahani dan Ibnu Manzur di atas dapat dipahami berjamaah
salat dengan keluarga di mesjid dapat lebih mempererat komunikasi dan
menjadikan keluarga lebih romantis dan harmonis. Ditambah dengan wiridan dan
berdoa bersama-sama setelah salat berbarengan dengan anak. Jika selama ini
sering cekcok urusan keluarga, maka dengan salat berjamaah, antara suami,
isteri, dan anak, maka semuanya itu akan padam. Laksana api yang sedang
membara, kemudian disiram oleh air, maka akan hilangnya panas api. Begitulah
dahsyatnya berjamaah dengan keluarga. Terdapatnya cahaya yang dapat menyinari
keluarga. Apalagi jika ditambah dengan sama-sama bangun tengah malam. Sama-sama
saling membangunkan.
Dalam riwayat hadis dijelaskan Allah merahmati seorang suami yang bangun
pada malam hari, kemudian membangunkan isterinya. Jika isterinya menolaknya,
maka suaminya memerciki air ke muka isterinya. Begitu pun Allah merahmati
seorang isteri yang bangun malam hari, kemudian membangunkan suaminya. Jika
suaminya menolaknya, maka isterinya memerciki air ke muka suaminya (HR. Abu
Daud dari Abu Hurairah). Dalam riwayat lain dijelaskan apabila seorang suami
membangunkan isterinya, kemudian keduanya mengerjakan salat dua rakaat, maka
keduanya dicatat termasuk orang yang ingat kepada Allah (HR. Abu Daud dari Abu
Said).
Suami-isteri melaksanakan salat malam, dan keduanya memohon ampun
kepada Yang Maha Kuasa atas dosa selama ini. Bukankah dosa lebih banyak antar
suami-isteri? Boleh jadi suami yang banyak dosa kepada isteri. Atau isteri yang
banyak dosa kepada suami. Alangkah lebih baik jika setelah salat saling minta
maaf dan saling memaafkan.
Tak ketinggalan juga berjamaah dengan masyarakat pun dapat mempererat hidup
bermasyarakat. Mesjid tempat berkumpulnya siapa saja, tanpa mengenal status sosial.
Di situlah momen silaturahim tanpa harus berkunjung ke rumah masing-masing, yang dalam situasi
tertentu bisa saja mengganggu. Tapi di mesjid semua itu tidak demikian, karena
satu tujuan yakni melaksanakan salat berjamaah. Mari kita budayakan salat
berjamaah. Semoga bermanfaat. Amin.
Comments
Post a Comment