Keagungan Bulan Rajab

Kata“Rajab”--jamaknya “Arjabun”--berasal dari kata “At-Tarjib" yang berarti “At-Ta’zim” yang berarti agung. Dikatakan demikian, berdasarkan penelusuran penulis dari beragam referensi seperti dalam kitab “As-Sihah Tajul Lugah was Sihahul Arabiah” karya Al-Jauhari; “Al-Munjid” karya Luis Makluf; dan “Lisanul Arab” karya Ibnu Manzur, karena orang-orang Arab pada zaman Jahiliah mengagungkan bulan Rajab sehingga mereka tidak menghalalkan peperangan pada bulan tersebut. Menurut sebagian riwayat, bulan Rajab disebut pula dengan “Rajab Mudar”, yakni  Rajab disandarkan kepada kabilah Mudar, karena kabilah tersebut sangat mengagungkan bulan Rajab daripada kabilah lainnya yang ada di Arab.

Imam Gazali (dalam Mukasyafatul Qulub) menjelaskan selain disebut dengan “At-Ta’zim”, bulan Rajab juga disebut dengan “Al-Asab” yang mengandung arti rahmat Allah dicurahkan pada orang-orang yang bertaubat. Begitu pun disebut pula dengan “Al-Asam”, karena pada bulan itu tidak terdengar peperangan. Kemudian Rajab pula disebut pula dengan nama sungai yang ada di surga. Airnya lebih putih dibanding dengan air susu dan lebih manis dibanding dengan madu, serta lebih dingin daripada air salju. Tidak ada seorang pun yang akan meminum air sungai tersebut kecuali orang yang berpuasa pada bulan Rajab.

Apa yang dilakukan Rasulullah tatkala masuk bulan Rajab? Dalam hadis Tabrani riwayat Anas dijelaskan bahwa beliau berdoa: “Allahumma Bârik Lanâ fî Rajaba wa Sya’bâna wa Ballignâ Ramadân”. Artinya: Ya Tuhan, berkatilah kami di bulan Rajab, Syakban, dan sampaikanlah umur kami pada bulan Ramadan.

Disebutkan pula dalam kitab “Ma’ariful In’am wa Fadlus Syuhur wal Ayyam” karya Al-Maqdisi bulan Rajab adalah bulan pintunya kebaikan dan keberkahan. Bulan Rajab pula bulan bercocok tanam. Sedangkan bulan Syakban bulan mengairi, dan bulan Ramadan bulan menuai hasil.  

Bagaimana dengan puasa Rajab? Terdapat beberapa hadis yang menerangkan keberadaan puasa Rajab. Misalnya hadis riwayat Mujibah al-Bahiliah yang menceritakan suatu ketika ia datang menghadap Rasulullah, kemudian pergi. Kemudian setelah satu tahun datang lagi menghadap beliau. Pada waktu itu keadaannya sudah berubah, baik bentuk maupun sikapnya. Lantas ia berkata kepada beliau: “Wahai Rasulullah, apakah engkau masih mengenali saya?” Beliau menjawab: “Siapakah engkau”?. Ia menjawab: “Saya Al-Bahily yang tahun lalu pernah datang kepadamu.“ Beliau bertanya lagi: “Apa yang dapat merubahmu sehingga sekarang nampak lebih bagus”? Ia menjawab: “Semenjak saya berpisah denganmu, saya tidak pernah makan kecuali pada waktu malam.” Beliau berkomentar: “Kamu telah menyiksa dirimu sendiri.” Lantas beliau bersabda: “Berpuasalah pada bulan sabar (Ramadan), dan satu hari setiap bulannya”! Ia berkata: “Tambahkanlah buat saya, karena saya merasa kuat”! Beliau bersabda lagi: “Puasalah dua hari setiap bulannya”! Ia berkata lagi: “Tambahkanlah buat saya”! Beliau bersabda lagi: “Berpuasalah tiga hari setiap bulannya”! Ia berkata lagi: “Tambahkanlah buat saya”! Beliau bersabda: “Berpuasalah pada bulan-bulan yang mulia dan berhentilah”! Rasulullah ketika itu bersabda sambil menunjukkan ketiga jarinya dan dikumpulkannya kemudian direnggangkannya.” (HR. Abu Daud).

Abi Abdur Rahman Abari (dalam Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud) menjelaskan maksud bulan-bulan yang mulia adalah empat bulan yang telah disebutkan Allah dalam Surah At-Taubah: 36, yakni bulan Rajab, Zulkaidah, Zulhijah, dan Muharam. Karenanya maksud berpuasalah pada bulan-bulan yang mulia adalah berpuasalah pada bulan tersebut sekehendaknya. Sedangkan sambil menunjukkan ketiga jarinya mengandung maksud puasa tersebut tidak melebihi tiga hari berturut-turut dan setelah itu tidak puasa sehari atau dua hari. Adapun makna yang paling mendekati kepada kebenaran adalah puasa tersebut dilakukan selama tiga hari, kemudian meninggalkannya (tidak puasa) selama tiga hari pula.

Selanjutnya hadis riwayat Usman bin Hakim al-Ansari yang menceritakan suatu ketika ia bertanya kepada Said bin Jubair mengenai puasa Rajab. Ia (Said) berkata: “Aku mendengar Ibnu Abbas berkata: “Rasulullah senantiasa berpuasa sehingga kami berkata nampaknya beliau akan berpuasa seluruh bulan. Namun suatu ketika ternyata beliau tidak berpuasa hingga kami berkata, nampaknya beliau tidak akan puasa sebulan penuh.” (HR. Muslim).

Imam Nawawi (dalam Al-Minhaj Syarh Sahih Muslim) menjelaskan maksud hadis terkait puasa Rajab. Rasulullah tidak melarang juga tidak menyunahkannya. Akan tetapi hukumnya berlaku juga sama seperti puasa di bulan lainnya. Dengan kata lain tidak ada dalil khusus yang melarang dan menyunahkannya. Pada hakikatnya hukum asalnya adalah sunnah. Namun demikian, terdapat dalil umum sebagaimana dijelaskan dalam hadis riwayat Abu Daud di atas, Rasulullah menyunahkan puasa di bulan haram (asyhurul hurum). Dan Rajab termasuk salah satunya. 

Kesimpulannya puasa Rajab disunahkan berdasarkan keumuman hadis riwayat Al-Bahiliah di atas dan kekhususan riwayat Usman bin Hakim al-Ansari. Adapun mengenai berapa hari melakukannya, hal ini tidak ditentukan. Namun berdasarkan penjelasan Abi Abdur Rahman Abari di atas disunahkan tiga hari berturut-turut selama bulan Rajab. Semoga bermanfaat. Amin.

Catatan :
Jika Anda mengutip tulisan ini, jangan lupa untuk memasukkannya di daftar pustaka sebagai berikut:

Hidayat, Enang (2018, 18 Maret). Keagungan Bulan Rajab  [Entri blog].  Diambil dari https://enanghidayat17.blogspot.com/2018/03/kata-rajab-jamaknya-arjab-berasal-dari.html              

Comments

Popular posts from this blog

Membedah Isra Mikraj Menurut Etimologi

Isolasi Diri Model Daud bin Abi Hindi

Rezeki Lahiriah dan Batiniah