Perang Tabuk di Bulan Rajab
Di antara sekian perang yang paling besar tantangannya dialami
Rasulullah Saw adalah perang Tabuk. Mengapa demikian? Ibnu Kasir (dalam Al-Bidayah
wan Nihayah) menuturkan, karena pada waktu itu kondisinya sangat serba
sulit, perjalanannya jauh, waktunya susah, musuh sangat banyak jumlahnya, sangat
panas terik matahari, dan sulit air. Wajar ketika itu perang Tabuk dinamai juga
dengan gazwatul ‘usrah. Karenanya Rasulullah menyeru berjihad kepada
kaum muslimin baik dengan harta maupun tenaga.
Para ulama dalam kitab sirah, seperti Ibrahim Syamsuddin
(dalam Majmu Ayyamil Arab fil Jahiliah wal Islam), Ibnu Hisyam (dalam Al-Sirah
al-Nabawiah), dan Ibnu Kasir (dalam Al-Bidayah wan Nihayah) menjelaskan
perang Tabuk ini terjadi pada bulan Rajab tahun 9 Hijriah, sebelum Rasulullah
melaksanakan Haji Wada. Tabuk adalah sebuah tempat yang terletak antara Wadil
Qura (Hijaz) dan Syam.
Apa yang menyebabkan terjadinya perang Tabuk ini? Mustafa
Asy-Syibai (dalam Sirah Nabi Muhammad) menjelaskan Heraklius, raja
Romawi telah mengumpulkan tentara di Syam, termasuk kabilah Lakhm, Juzam,
Amilah, dan Gassan yang merupakan bangsa Arab dan beragama Nasrani. Tujuan Heraklius
ketika itu untuk menyerang Madinah dan menghancurkan negara yang baru saja
dibina Rasulullah di semenanjung tanah Arab.
Sedangkan Ibnu Kasir menjelaskan kenapa Rasulullah ingin memerangi orang-orang
Romawi? Karena mereka termasuk manusia yang paling dekat kepada
beliau dan mereka juga yang paling pertama menerima dakwah dari beliau. Namun
sebagaimana dijelaskan Mustafa Asy-Syibai mereka ingin menyerang Madinah. Makanya
melihat demikian, Rasulullah tidaklah tinggal diam untuk mempertahankannya.
Ibrahim Syamsudin (dalam Majmu Ayyamil Arab fil Jahiliah wal
Islam) menjelaskan dalam menghadapi peperangan tersebut, ketika itu Abu Bakar
menginfakkan seluruh hartanya sekitar 40.000 dirham. Umar bin Khattab menyumbang
separuh hartanya. Begitu pun Usman bin Affan tak kalah dari keduanya. Bahkan ia
(Usman) termasuk sahabat yang paling banyak menginfakkan hartanya hingga beliau
mempersiapkan satu pertiga untuk keperluan tentara Islam. Menurut riwayat
beliau hingga menginfakkan 300 unta dan 1000 dinar.
Ibnu Hisyam menjelaskan, namun ada juga tujuh sahabat Ansar yang
tergolong miskin, seperti Salim bin Umair, Ulbah bin Zaid, Akhu Bani Harisah, Abu
Laila bin Kaab, Akhu Bani Mazin bin Najar, Amr bin Hamam, dan Akhu Bani
Salimah. Mereka menangis, karena tidak mempunyai harta untuk disumbangkan. Mereka juga tidak mempunyai kendaraan untuk
dinaiki. Penjelasan tentang keadaan mereka tersebut ada dalam Surah At-Taubat:
92. Namun untungnya ada sebagian sahabat yang bernama Ibnu Yamin bin Umair al-Nadri
yang datang menemui dua orang di antara para sahabat yang menangis tersebut. Mereka
adalah Abu Laila Abdur Rahman bin Kaab dan Abdullah bin Mugafal. Lalu ia
memberikan keduanya masing-masing seekor unta agar bisa bersama Rasulullah
berangkat ke medan perang.
Namun ada pula tantangannya, seperti orang-orang Badui yang mengadu
kepada Rasulullah, lantara mereka tidak bisa ikut bersama perang dengan alasan
yang tidak benar. Kendatipun demikian, Rasulullah menerima alasan mereka
tersebut. Begitu pula orang-orang munafik yang tidak ikut berperang. Jumlahnya
pun cukup banyak, hingga mencapai jumlah delapan puluh orang. Namun perilaku mereka
itu semua dibenci Allah Swt.
Selanjutnya Ibnu Hisyam menjelaskan, pada waktu itu Ali bin Abi
Talib tidak ikut menyertai Rasulullah, karena ia disuruh beliau untuk memimpin
dan menjaga anak-anak kecil dan isteri Rasulullah (keluarganya). Karena
Rasulullah memperlakukan Ali demikian, maka ketika itu orang-orang munafik goncang
hatinya. Salah satunya adalah Abdullah bin ubay. Mereka menganggap Rasulullah
telah memberikan tugas berat kepada Ali. Mendengar anggapan demikian, ketika
itu Ali mengambil pedangnya sambil datang menemui Rasulullah yang sedang berada
di kampung Jurf, dan ia menceritakan anggapan orang-orang munafik tersebut.
Kemudian Rasulullah merespon: “Mereka telah berbohong, jangan hiraukan mereka!
Justeru aku telah menugaskan engkau apa yang aku tinggalkan, yaitu keluarga. Oleh
karena itu pulanglah engkau dan jagalah keluargaku dan keluargamu. Apakah
engkau tidak rela jika aku samakan engkau seperti Harun atas Musa. Maka setelah mendengarkan perintah Rasulullah,
pulanglah Ali ke Madinah, dan Rasulullah pun meneruskan perjalanannya.
Keterangan lebih lanjut dijelaskan pula oleh Bukhari dalam kitab Sahih-nya
dan diberi penjelasan dalam syarahnya “Fathul Bari” oleh Ibnu Hajar
al-Asqalani.
Pada waktu itu Rasulullah berangkat bersama tentaranya sekitar 30.000
pejuang dan 10.000 ekor kuda. Inilah angkatan bersenjata yang paling besar. Dan
beliau meneruskan perjalannya hingga ke Tabuk. Di sana beliau mukim selama dua
puluh malam tanpa mengalami tipu daya dari musuh dalam peperangan tersebut. Dan
peperangan inilah merupakan peperangan terakhir dialami beliau. Dalam peperangan
ini, tentara kaum muslimin mengalami kemenangan.
Ibnu Kasir menjelaskan pula ada suatu pertanyaan yang dilontarkan
Herkalius kepada pasukan Romawi mengenai kekalahan dalam perang tersebut: “Ceritakanlah
tentang musuh yang kalian perangi, bukankah mereka juga manusia biasa seperti
kalian? Mereka menjawab: “Ya.” Selanjutnya Heraklius kembali bertanya: “Bukankah
jumlah kalian lebih banyak dibanding dengan mereka”? Mereka menjawab lagi: “Ya,
memang jumlah kami lebih banyak dan berlipat ganda.“ Heraklius kembali bertanya
lagi: “Lalu apa yang menyebabkan kalian kalah”? Maka salah seorang di antara
mereka menjawab: “Yang menyebabkan kami kalah adalah karena mereka rajin salat
malam, berpuasa di siang hari, suka menepati janji, melakukan amar makruf dan
nahyi munkar, dan bersifat jujur. Sedangkan kami gemar meminum khamr, berzina,
melakukan perbuatan maksiat, menyalahi janji, menjarah harta, berbuat zalim,
dan berbuat kerusakan di muka bumi.” Mendengar jawaban demikian, Heraklius
mengomentari: “Ya, memang itu benar.”
Pelajaran yang dapat kita petik dari peristiwa perang Tabuk
tersebut betapa persatuan dan kesatuan serta tekad yang kuat atau semangat yang
berkobar disertai perjuangan dan pengorbanan, baik harta maupun tenaga, tak
peduli keadaan yang mengitarinya menjadikan sebuah kekuatan dalam menggapai
kemenangan. Pertolongan Allah akan selalu datang jika semua itu dibarengi keimanan
dan ketakwaan dalam menggapai impian. Kendatipun semua itu ada saja
tantangannya, baik yang berasal dari intern maupun ekstern. Semoga bermanfaat.
Amin.
Catatan :
Jika Anda mengutip tulisan ini, jangan lupa untuk memasukkannya di daftar pustaka sebagai berikut:
Hidayat, Enang (2018, 25 Maret). Perang Tabuk di Bulan Rajab [Entri blog]. Diambil dari https://enanghidayat17.blogspot.com/2018/03/perang-tabuk-di-bulan-rajab.html
Comments
Post a Comment