Membedah Makna Ramadan



Kata “Ramadan”  (رمضان)berasal dari kata “Al-Ramadu war Ramdâu” (الرمض والرمضاء) yang berarti sangat panas. Bisa juga berarti panasnya batu disebabkan sangat panasnya terik matahari. Demikian dikemukakan Ibnu Manzur (dalam Lisan al-Arab), Al-Zubaidi (dalam Taju al-Arus), Luis Makluf (dalam Al-Munjid), dan Ragib al-Asfahani (dalam Al-Mufaradat fi Garib al-Quran). Dan penulisan kata “Ramadan” merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).  

Al-Zauhari (dalam Al-Sihah Taju al-Lugah) menjelaskan orang Arab menamai bulan sesuai dengan peristiwa yang terjadi ketika itu, tak terkecuali dengan bulan Ramadan. Karena pada waktu itu bertepatan dengan sangat panasnya terik matahari yang meliputi jazirah Arab, sehingga menyebabkan batu terbakar.

Penjelasan demikian mengingatkan kita bahwa Ramadan menjadikan dosa kita semua terbakar yang tiada lain maksudnya terhapus. Karenanya tepat sekali dalam hadis disebutkan: “Siapa saja berpuasa Ramadan karena iman dan karena Allah, maka akan dihapus dosa yang telah dilakukannya (mâ taqaddama).” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah). Dalam riwayat Imam Ahmad menambahkan dengan kata “wamâ taakhara.”

Selanjutnya dalam hadis lain disebutkan: “Siapa saja mendirikan Ramadan karena iman dan karena Allah, maka akan dihapus dosa yang telah dilakukannya.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Maksud “mendirikan” di sini adalah menghidupkan malamnya dengan ibadah atau salat sunat Tarawih. Karenanya dalil ini berhubungan dengan keutamaan salat sunat Tarawih. Demikian dikemukakan Ibnu Alan (dalam Dalil al-Falihin Lituruqi Riyad al-Salihin).

Begitu pun Al-Manawi (dalam Faid al-Khabir Syarh Jami al-Sagir) menjelaskan maksud hadis di atas. Maksud “iman” adalah meyakini kewajiban puasa tersebut termasuk rukun Islam. Atau membenarkan pahala Allah itu adalah hak. Dan maksud “karena Allah”  (ihtisab)  adalah mencari pahala Allah, bukan karena ingin dilihat orang lain (riya). Kemudian maksud “dihapusnya dosa” adalah dihapusnya dosa kecil yang berkaitan dengan hak-hak Allah.

Pendapat berbeda dikemukakan Al-Sindi (dalam Syarah Sunan Ibnu Majah). Tidak hanya dosa kecil yang berkaitan dengan hak Allah saja,  namun  mencakup juga dosa kecil yang berkaitan dengan hak manusia. Hal ini mengingat keutamaan Ramadan tersebut. Namun jika tidak ada dosa kecil yang berkaitan dengan hak manusia, maka akan diangkat derajatnya sebagaimana halnya para Nabi yang dimaksum dari dosa. Sedangkan Abu Abdul Rahman Abari (dalam Aun al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud) menambahkan walaupun kaitannya dengan dosa kecil, namun diharapkan juga diampuninya dosa besar.

Terlepas dari perbedaan pendapat para ulama dalam memahami keutamaan Ramadan ini berkaitan dengan “diampuninya dosa” sebagaimana dijelaskan ulama di atas, yang jelas selayaknya di bulan Ramadan khususnya dan umumnya di bulan lainnya senantiasa memohon ampun atau bertaubat kepada Allah atas dosa yang berkaitan dengan hak-hak-Nya, juga meminta maaf kepada sesama manusia atas dosa yang berkaitan dengan hak-haknya. Mudah-mudah puasa kita semua  diterima Allah Swt. Semoga bermanfaat. Amin.

Catatan :
Jika Anda mengutip tulisan ini, jangan lupa untuk memasukkannya di daftar pustaka sebagai berikut:

Hidayat, Enang (2018, 17 Mei). Membedah Makna Ramadan   [Entri blog].  Diambil dari https://enanghidayat17.blogspot.com/2018/05/membedah-makna-ramadan.html



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Membedah Isra Mikraj Menurut Etimologi

Isolasi Diri Model Daud bin Abi Hindi

Rezeki Lahiriah dan Batiniah