Kisah Perang Uhud

wikipedia.org
Di antara perang yang dialami Rasulullah Saw. pada bulan Syawal adalah perang Uhud. Perang ini terjadi pada tanggal 15 Syawal tahun ketiga Hijriah. Dan perang ini terjadi antara pasukan kaum muslimin yang dipimpin oleh Rasulullah Saw. dengan kaum musyrikin Quraisy, termasuk Bani Kinanah dan penduduk Tihamah, yang dipimpin oleh Abu Sufyan. Disebut perang Uhud, karena perang tersebut terjadi dekat bukit Uhud, yaitu sebuah bukit yang ada di utara Madinah.

Penyebab perang ini adalah ketika perang Badar (tahun kedua Hijriah) pasukan kaum musyrikin Quraisy mengalami kekalahan. Banyak tokoh mereka yang tewas seperti Abu Jahal. Karenanya pasukan musyirikin Quraisy ingin menuntut balas atas kekalahan tersebut. Maka mereka mempersiapkan pasukan untuk memerangi Rasulullah di Madinah. Sebanyak 3000 pasukan perang bersiap-siap. 700 pasukan berbaju perisai atau baju besi (kalau sekarang baju anti peluru). Dan ditambah 200 pasukan berkuda.

Untuk memperkuat pasukan, tidak hanya mengerahkan pasukan lelaki, pasukan perempuan pun ikut dilibatkan. Bahkan ada 17 orang pasukan perempuan beserta suaminya. Di antaranya Hindun bin Utbah dengan suaminya Abu Sufyan bin Harb, yang bapaknya tewas pada perang Badar; Umu Hakim binti Haris dengan suaminya Ikrimah bin Abu Jahal; Fatimah binti Walid dengan suaminya Haris bin Hisyam; Barzah binti Masud dengan suaminya Safwan bin Umayah, dan yang lainnya. Pasukan kaum musyirikin bergerak hingga ke bukit Uhud.

Sementara itu pasukan kaum muslimin mempersiapkan sebanyak 1000 pasukan. 100 pasukan berbaju perisai dan ditambah dua pasukan berkuda. Rasulullah memerintahkan pasukan agar tidak keluar mengahadapi pasukan musyrikin Quraisy. Artinya lebih baik bertahan untuk tidak keluar dari Madinah. Nanti ketika pasukan musyrikin Quraisy mulai menyerang, maka pasukan kaum muslimin pun siap menghadapi serangan tersebut. Akan tetapi sebagian kaum Muhajirin dan Ansar bersemangat untuk keluar Madinah dan melawan pasukan kaum musyirikin. Khususnya mereka yang tidak ikut perang Badar.  Dengan kata lain mereka tidak mematuhi instruksi dari Rasulullah tersebut.

Melihat keadaan demikian, Rasulullah terpaksa masuk rumah, lalu memakai baju perisai dan memegang tombak di tangan. Ketika itu bertepatan dengan hari Jumat. Kemudian beliau menemui mereka sambil menggantungkan pedang di lehernya. Kaum muslimin menyayangkan sikap sebagian pasukan yang keluar tersebut, sehingga menyebabkan Rasulullah terpaksa keluar. Dan menyebabkan Rasulullah menyalahi pendapatnya sendiri. Ketika itu pula sebagian kaum muslimin menyarankan agar Rasululllah tidak keluar dan tinggal saja di Madinah. Akan tetapi karena sudah tanggung berbaju perisai, dan beliau bersada: “Tidak pantas bagi seorang Nabi yang sudah berbaju perisai untuk menyimpannya lagi sampai ia terbunuh.”  

Ketika pasukan kaum muslimin akan keluar, Rasulullah melihat sekumpulan orang Yahudi dan kaum munafik mau ikut keluar juga bersama Abdulllah bin Sulul, seorang pimpinan munafik. Maksudnya mereka ingin membantu pasukan kaum muslimin. Sehingga Rasululllah bertanya kepada pasukan, apakah mereka sudah masuk Islam? Lalu pasukan menjawab: “Belum, ya Rasulullah.” Mendengar jawaban demikian, Rasulullah menyuruh agar mereka tidak perlu ikut keluar, karena tidak perlu meminta pertolongan orang kafir untuk memerangi orang kafir lagi. Karena mendengar perintah demikian, sekumpulan Yahudi akhirnya menarik kembali, sehingga tidak jadi mau membantunya.

Kemudian pasukan kaum muslimin dipimpin Rasulullah meneruskan perjalanan hingga ke bukit Uhud. Pasukan kaum muslimin membelakangi bukit Uhud dan menghadap pasukan kaum musyrikin. Dan Rasulullah menginstruksikan kepada sebagian pasukan agar melindungi dari arah belakang. Maka Rasulullah di sana menugaskan Abdullah bin Jubair dan ditemani sebanyak 50 orang pemanah. Dan Mas’ab bin Umair ditugasi membawa bendera. Sehingga jika pasukan musyirkin menyerang dari belakang, maka pasukan kaum muslimin agar menghujaninya dengan panah. Karena pasukan berkuda tidak akan mampu menahan serangan panah.

Akhirnya peperangan terjadi. Dari pihak kaum musyrikin ada yang gugur. Dan sebagian mereka banyak yang melarikan diri. Pasukan kaum muslimin menganggap peperangan telah dimenangkannya. Sehingga mereka berburu harta rampasan perang pasukan kaum musyrikin. Demikian pula para pemanah yang semula ditempatkan di bagian belakang melihat demikian, ikut-ikutan juga berburu harta rampasan perang. Karena mereka juga sama menganggap perang sudah selesai dan dimenangkan pasukan kaum muslimin. Sehingga menurut mereka tak ada salahnya jika meninggalkan posisi tersebut. 

Namun Abdullah bin Jubair, yang diberi tugas Rasulullah selaku pemimpin pasukan pemanah memperingatkan agar jangan dulu meninggalkan posisi tersebut sebagaimana instruksi Rasulullah sebelumnya. Namun mereka tidak memedulikannya, karena anggapan mereka perang sudah berakhir. Ketika itu hanya Abdullah bin  Jubair dan ditemani 10 pasukan kaum kaum muslimin yang masih ada di posisi tersebut.

Melihat situasi demikian, sebagian pasukan kaum musyrikin atas komando Khalid bin Walid, memanfaatkannya untuk menyerang kaum muslimin dari arah belakang. Sehingga banyak yang berjatuhan dari pasukan kaum muslimin. Dan ketika itu tersiar kabar juga bahwa Rasulullah telah terbunuh. Padahal kenyataannya tidak demikian. Beliau bersama pasukan kaum muslimin lainnya, seperti Abu Dujanah, Saad bin Waqas dan Nasibah Ummu al-Ansariah dibantu suami dan kedua anaknya telah melindungi Rasulullah dari serangan panah pasukan kaum musyrikin. Dan pada waktu itu Nasibah mendapatkan luka akibat serangan pedang dan tombak pasukan kaum musyrikin.

Peperangan berakhir. Abu Sufyan bin Harb merasa senang karena peperangan dimenangkan pasukan kaum musyirikin. Mereka telah puas membalas kekalahan pada perang Badar. Di antara pasukan kaum muslimin yang gugur adalah Hamzah, saudara bapaknya Rasulullah. Dia mati syahid. Dan Allah memuliakannya.  Selain itu pula ada Mus’ab bin Umair (pembawa bendera) yang disangka oleh pasukan kaum musyrikin adalah Rasulullah. Dan sebagai penggantinya ketika itu, Rasulullah menugasi Ali bin Abi Talib untuk membawa bendera.

Pasukan yang gugur dari kaum muslimin semuanya 70 orang. Menurut riwayat lain pasukan yang gugur terdiri dari kaum Muhajirin sebanyak 4 orang dan kaum Ansar sebanyak 70 orang. Pada waktu itu termasuk yang paling banyak gugur dalam peperangan yang dialami Rasulullah. Sementara itu dari pasukan kaum musyrikin sebanyak 23 orang.

Pada waktu itu Rasulullah mengalami luka di wajahnya akibat lemparan batu Utbah bin Abi Waqas, sehingga bibir bawahnya berdarah, dan topi di kepalanya pecah. Sambil mengusap darah beliau berkata: “Bagaimana akan bahagia suatu kaum yang melukai wajah Nabinya, sedangkan ia menyeru mereka kepada jalan Tuhannya.” Maka, ketika itu pula Allah menurunkan Surah Ali Imran: 128 yang menjelaskan tentang balasan perbuatan kaum musyrikin itu urusan-Nya. Atau Allah menerima taubat sebagian mereka seperti Abu Sufyan dan yang lainnya. Atau Allah mengazab mereka, sesuai keadilan-Nya, karena mereka telah berbuat zalim.

Kemudian Allah menghibur hati pasukan kaum muslimin dengan menurunkan firman-Nya Surah Ali Imran: 139-142 dan 152-153. Ayat tersebut (Surah Ali Imran: 139-142) mengingatkan kepada kaum muslimin jangan bersedih karena kalah dalam perang Uhud. Karena yang gugur dan yang luka di sisi Allah mendapatkan kemuliaan. Dan kemenangan yang terjadi pada pasukan musyrikin harus menjadi sebuah pembelajaran yang berharga bagi kaum muslimin agar senantiasa mematuhi perintah Rasulullah. Karena penyebab kekalahan perang tersebut adalah tidak mematuhi perintahnya.

Sedangkan (Surah Ali Imran: 152-153) menerangkan tentang awalnya pasukan kaum muslimin mendapatkan kemenangan pada perang Uhud. Namun tatkala mereka tergiur oleh harta rampasan perang, sehingga pasukan terbagi kepada dua bagian, yakni ada yang memburu harta rampasan atau menginginkan dunia dan ada pula yang tetap tinggal di posisi semula karena menaati perintah Rasulullah atau menginginkan akhirat. Karenanya hal tersebut, maka berubah dari kemenangan menjadi kekalahan. Dan ini sebagai bentuk ujian sekaligus peringatan. Namun Allah memaafkan pasukan yang tidak menaati perintah Rasulullah tersebut.

Kisah kekalahan pasukan kaum muslimin pada perang Uhud pada waktu terdahulu memberikan pesan dan pelajaran kepada kita dalam konteks zaman sekarang bahwa tergiur terhadap harta dan jabatan dapat menjadikan kita lupa akan situasi dan pertimbangan lainnya. Padahal semua itu berpotensi menjadi jebakan terhadap kebinasaan. Apalagi semua itu sampai menghalalkan segala macam cara dalam meraihnya. Di sinilah pentingnya kita melakukan sebuah aktivitas, baik terkait dengan urusan dunia maupun akhirat agar meluruskan niat sejak awal. Semoga bermanfaat. Amin.

Referensi:
Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiah; Al-Tabari, Sahih Tarikh al-Tabari; Mustafa al-Sibai, al-Sirah al-Nabawiah Durusun wa Ibarun; Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Wasit.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Membedah Isra Mikraj Menurut Etimologi

Isolasi Diri Model Daud bin Abi Hindi

Rezeki Lahiriah dan Batiniah