Kisah Perang Uhud
wikipedia.org |
Penyebab perang ini adalah ketika perang Badar (tahun kedua
Hijriah) pasukan kaum musyrikin Quraisy mengalami kekalahan. Banyak tokoh
mereka yang tewas seperti Abu Jahal. Karenanya pasukan musyirikin Quraisy ingin
menuntut balas atas kekalahan tersebut. Maka mereka mempersiapkan pasukan untuk
memerangi Rasulullah di Madinah. Sebanyak 3000 pasukan perang bersiap-siap. 700
pasukan berbaju perisai atau baju besi (kalau sekarang baju anti peluru). Dan
ditambah 200 pasukan berkuda.
Untuk memperkuat pasukan, tidak hanya mengerahkan pasukan lelaki,
pasukan perempuan pun ikut dilibatkan. Bahkan ada 17 orang pasukan perempuan
beserta suaminya. Di antaranya Hindun bin Utbah dengan suaminya Abu Sufyan bin
Harb, yang bapaknya tewas pada perang Badar; Umu Hakim binti Haris dengan
suaminya Ikrimah bin Abu Jahal; Fatimah binti Walid dengan suaminya Haris bin
Hisyam; Barzah binti Masud dengan suaminya Safwan bin Umayah, dan yang lainnya.
Pasukan kaum musyirikin bergerak hingga ke bukit Uhud.
Sementara itu pasukan kaum muslimin mempersiapkan sebanyak 1000
pasukan. 100 pasukan berbaju perisai dan ditambah dua pasukan berkuda. Rasulullah
memerintahkan pasukan agar tidak keluar mengahadapi pasukan musyrikin Quraisy. Artinya
lebih baik bertahan untuk tidak keluar dari Madinah. Nanti ketika pasukan musyrikin
Quraisy mulai menyerang, maka pasukan kaum muslimin pun siap menghadapi
serangan tersebut. Akan tetapi sebagian kaum Muhajirin dan Ansar bersemangat untuk
keluar Madinah dan melawan pasukan kaum musyirikin. Khususnya mereka yang tidak
ikut perang Badar. Dengan kata lain
mereka tidak mematuhi instruksi dari Rasulullah tersebut.
Melihat keadaan demikian, Rasulullah terpaksa masuk rumah, lalu
memakai baju perisai dan memegang tombak di tangan. Ketika itu bertepatan
dengan hari Jumat. Kemudian beliau menemui mereka sambil menggantungkan pedang di
lehernya. Kaum muslimin menyayangkan sikap sebagian pasukan yang keluar
tersebut, sehingga menyebabkan Rasulullah terpaksa keluar. Dan menyebabkan
Rasulullah menyalahi pendapatnya sendiri. Ketika itu pula sebagian kaum
muslimin menyarankan agar Rasululllah tidak keluar dan tinggal saja di Madinah.
Akan tetapi karena sudah tanggung berbaju perisai, dan beliau bersada: “Tidak
pantas bagi seorang Nabi yang sudah berbaju perisai untuk menyimpannya lagi
sampai ia terbunuh.”
Ketika pasukan kaum muslimin akan keluar, Rasulullah melihat sekumpulan
orang Yahudi dan kaum munafik mau ikut keluar juga bersama Abdulllah bin Sulul,
seorang pimpinan munafik. Maksudnya mereka ingin membantu pasukan kaum muslimin. Sehingga
Rasululllah bertanya kepada pasukan, apakah mereka sudah masuk Islam? Lalu
pasukan menjawab: “Belum, ya Rasulullah.” Mendengar jawaban demikian,
Rasulullah menyuruh agar mereka tidak perlu ikut keluar, karena tidak perlu
meminta pertolongan orang kafir untuk memerangi orang kafir lagi. Karena mendengar
perintah demikian, sekumpulan Yahudi akhirnya menarik kembali, sehingga tidak jadi
mau membantunya.
Kemudian pasukan kaum muslimin dipimpin Rasulullah meneruskan
perjalanan hingga ke bukit Uhud. Pasukan kaum muslimin membelakangi bukit Uhud
dan menghadap pasukan kaum musyrikin. Dan Rasulullah menginstruksikan kepada sebagian
pasukan agar melindungi dari arah belakang. Maka Rasulullah di sana menugaskan
Abdullah bin Jubair dan ditemani sebanyak 50 orang pemanah. Dan Mas’ab bin
Umair ditugasi membawa bendera. Sehingga jika pasukan musyirkin menyerang dari
belakang, maka pasukan kaum muslimin agar menghujaninya dengan panah. Karena pasukan berkuda
tidak akan mampu menahan serangan panah.
Akhirnya peperangan terjadi. Dari pihak kaum musyrikin ada yang
gugur. Dan sebagian mereka banyak yang melarikan diri. Pasukan kaum muslimin menganggap peperangan telah dimenangkannya. Sehingga mereka berburu harta
rampasan perang pasukan kaum musyrikin. Demikian pula para pemanah yang semula ditempatkan di bagian belakang melihat
demikian, ikut-ikutan juga berburu harta rampasan perang. Karena mereka juga sama menganggap
perang sudah selesai dan dimenangkan pasukan kaum muslimin. Sehingga menurut
mereka tak ada salahnya jika meninggalkan posisi tersebut.
Namun Abdullah bin
Jubair, yang diberi tugas Rasulullah selaku pemimpin pasukan pemanah memperingatkan
agar jangan dulu meninggalkan posisi tersebut sebagaimana instruksi Rasulullah
sebelumnya. Namun mereka tidak memedulikannya, karena anggapan mereka perang
sudah berakhir. Ketika itu hanya Abdullah bin Jubair dan ditemani 10 pasukan kaum kaum
muslimin yang masih ada di posisi tersebut.
Melihat situasi demikian, sebagian pasukan kaum musyrikin atas komando Khalid bin Walid, memanfaatkannya untuk menyerang kaum muslimin dari arah belakang.
Sehingga banyak yang berjatuhan dari pasukan kaum muslimin. Dan ketika itu
tersiar kabar juga bahwa Rasulullah telah terbunuh. Padahal kenyataannya tidak
demikian. Beliau bersama pasukan kaum muslimin lainnya, seperti Abu
Dujanah, Saad bin Waqas dan Nasibah Ummu al-Ansariah dibantu suami dan kedua
anaknya telah melindungi Rasulullah dari serangan panah pasukan kaum musyrikin.
Dan pada waktu itu Nasibah mendapatkan luka akibat serangan pedang dan tombak pasukan kaum musyrikin.
Peperangan berakhir. Abu Sufyan bin Harb merasa senang karena
peperangan dimenangkan pasukan kaum musyirikin. Mereka telah puas membalas
kekalahan pada perang Badar. Di antara pasukan kaum muslimin yang gugur adalah Hamzah, saudara bapaknya
Rasulullah. Dia mati syahid. Dan Allah memuliakannya. Selain itu pula ada Mus’ab bin Umair (pembawa
bendera) yang disangka oleh pasukan kaum musyrikin adalah Rasulullah. Dan
sebagai penggantinya ketika itu, Rasulullah menugasi Ali bin Abi Talib untuk
membawa bendera.
Pasukan yang gugur dari kaum muslimin semuanya 70 orang. Menurut
riwayat lain pasukan yang gugur terdiri dari kaum Muhajirin sebanyak 4 orang
dan kaum Ansar sebanyak 70 orang. Pada waktu itu termasuk yang paling banyak
gugur dalam peperangan yang dialami Rasulullah. Sementara itu dari pasukan kaum musyrikin
sebanyak 23 orang.
Pada waktu itu Rasulullah mengalami luka di wajahnya akibat
lemparan batu Utbah bin Abi Waqas, sehingga bibir bawahnya berdarah, dan topi
di kepalanya pecah. Sambil mengusap darah beliau berkata: “Bagaimana akan
bahagia suatu kaum yang melukai wajah Nabinya, sedangkan ia menyeru mereka kepada
jalan Tuhannya.” Maka, ketika itu pula Allah menurunkan Surah Ali Imran: 128
yang menjelaskan tentang balasan perbuatan kaum musyrikin itu urusan-Nya. Atau Allah
menerima taubat sebagian mereka seperti Abu Sufyan dan yang lainnya. Atau Allah
mengazab mereka, sesuai keadilan-Nya, karena mereka telah berbuat zalim.
Kemudian Allah menghibur hati pasukan kaum muslimin dengan
menurunkan firman-Nya Surah Ali Imran: 139-142 dan 152-153. Ayat
tersebut (Surah Ali Imran: 139-142) mengingatkan kepada kaum muslimin jangan bersedih
karena kalah dalam perang Uhud. Karena yang gugur dan yang luka di sisi Allah
mendapatkan kemuliaan. Dan kemenangan yang terjadi pada pasukan musyrikin harus
menjadi sebuah pembelajaran yang berharga bagi kaum muslimin agar senantiasa mematuhi
perintah Rasulullah. Karena penyebab kekalahan perang tersebut adalah tidak
mematuhi perintahnya.
Sedangkan (Surah Ali Imran: 152-153) menerangkan tentang awalnya pasukan
kaum muslimin mendapatkan kemenangan pada perang Uhud. Namun tatkala mereka
tergiur oleh harta rampasan perang, sehingga pasukan terbagi kepada dua bagian,
yakni ada yang memburu harta rampasan atau menginginkan dunia dan ada pula yang tetap
tinggal di posisi semula karena menaati perintah Rasulullah atau menginginkan akhirat. Karenanya
hal tersebut, maka berubah dari kemenangan menjadi kekalahan. Dan ini sebagai
bentuk ujian sekaligus peringatan. Namun Allah memaafkan pasukan yang tidak
menaati perintah Rasulullah tersebut.
Kisah kekalahan pasukan kaum muslimin pada perang Uhud pada waktu terdahulu memberikan pesan dan pelajaran kepada kita dalam konteks zaman sekarang bahwa tergiur terhadap harta dan jabatan dapat menjadikan kita lupa akan situasi dan
pertimbangan lainnya. Padahal semua itu berpotensi menjadi jebakan terhadap kebinasaan. Apalagi semua itu sampai menghalalkan segala macam cara dalam meraihnya. Di sinilah pentingnya kita melakukan sebuah aktivitas, baik terkait dengan urusan dunia maupun akhirat agar meluruskan
niat sejak awal. Semoga bermanfaat. Amin.
Referensi:
Ibnu
Hisyam, al-Sirah al-Nabawiah; Al-Tabari, Sahih Tarikh
al-Tabari; Mustafa al-Sibai, al-Sirah al-Nabawiah Durusun wa
Ibarun; Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Wasit.
Jdi teringat ketika ada diatas bukit rumat....
ReplyDelete