Tantangan Sepuluh Akhir Ramadan
Hadis Rasulullah Saw. memberitahukan kita semua bahwa surga itu dihiasi
dari tahun ke tahun untuk Ramadan. Jika masuk Ramadan, surga berdoa kepada
Allah: “Ya Allah, jadikanlah kami sebagai tempat tinggalnya orang yang berpuasa
di bulan ini.” (HR. Tabrani dari Ibnu Abbas). Pantas saja dalam hadis lain di surga
terdapat pintu al-Rayyan yang khusus disediakan untuk orang yang
berpuasa Ramadan. (HR. Bukhari dan Muslim dari Sahal bin Saad).
Tidak hanya itu saja di surga disediakan bidadari cantik yang berdoa: “Ya Allah, jadikanlah kami sebagai pasangan untuk hamba-Mu yang berpuasa di bulan ini.” (HR. Tabrani dari Ibnu Abbas). Dan hadis lainnya yang menceritakan bagi orang yang berpuasa mempunyai dua kegembiraan, yakni kegembiraan ketika berbuka dan ketika bertemu dengan Allah pada hari akhir nanti. (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Ibnu Rajab (dalam Lataiful Maarif) menjelaskan maksud
kegembiraan pertama karakter jiwa kita cenderung menyenangi makanan, minuman,
dan nikah. Jika hal itu dilarang pada waktu tertentu, kemudian diperbolehkan
lagi pada waktu lainnya, maka kebolehan itu menjadikan senang pun muncul
kembali. Tak terkecuali dengan puasa Ramadan. Ketika siang hari dilarang untuk
makan dan minum, kemudian di malam hari diperbolehkan hal tersebut. Dan jiwa
pun diliputi karakter ingin cepat-cepat malam hari, karena ingin buka puasa. Dan hal ini hampir mayoritas kita dapat
merasakannya saat bulan Ramadan azan Magrib sangat ditunggu-tunggu. Dan manakala azan itu berkumandang
perasaan senang pun menyelimuti hati kita. Inilah sebuah karakter manusia yang secara
implisit dalam pandangan Ibnu Rajab tidak dipermasalahkan.
Meninggalkan makan dan minum pada siang hari sebagai bentuk
taqarrub kepada Allah. Begitu pun dengan kembalinya makan dan minum pada malam
hari sebagai bentuk ketaatan kepada-Nya. Makanya dalam hal ini wajar sekali Rasulullah
melarang puasa Wisal. Artinya puasa yang dilakukan secara terus-menerus tanpa
buka. (HR. Bukhari dan Muslim dari Aisyah).
Sedangkan maksud kegembiraan kedua pahala orang yang berpuasa disimpan Allah sehingga ia akan mendapatkannya taktala dibutuhkannya, yaitu nanti
pada hari akhir. Makanya Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya tentang apa
saja kebaikan yang kita perbuat akan memperoleh balasan dari Allah dengan balasan
yang paling baik dan besar (Almuzzamil: 20). Begitu pun
dalam ayat lainnya dijelaskan pada hari kiamat segala kebajikan yang telah
diperbuat akan didapat dan dihadapkan (Ali Imran: 30). Dan ayat lain lagi dijelaskan barangsiapa yang
mengerjakan amal walaupun seberat zarrah, maka akan ada balasannya (Surah Alzalzalah:
7).
Puasa Ramadan memiliki dua jihad. Pertama, siangnya berjihad
menahan diri dari makan dan minum serta yang membatalkan puasa dari mulai
terbit fajar hingga terbenam matahari. Tidak hanya itu berjihad
untuk tidak berkata dan bersikap yang dapat mengurangi pahalanya. Kedua,
malamnya berjihad melawan mengantuk guna menghidupkan malam dengan salat tarawih
dan ibadah lainnya, terutama di sepuluh akhir Ramadan.
Rasulullah Saw. di sepuluh akhir Ramadan ini dalam berbagai riwayat
disebutkan lebih meningkatkan amalan ibadah. Tak terkecuali membangunkan
keluarganya untuk salat malam guna menyambut lailatulkadar. Namun tidak berarti
beliau di awal Ramadan tidak meningkatkannya. Bahkan dalam kesehariannya beliau
tidak pernah ketinggalan salat malam, walaupun baginya hukumnya wajib,
sedangkan bagi umatnya hukumnya sunat.
Bagi kita puasa Ramadan diyakini sebuah kewajiban, karena termasuk
rukun Islam. Dan kita sadari banyak hikmah yang tiada taranya untuk kehidupan
menuju takwa. Suasana yang jauh berbeda dengan hari-hari biasa kita rasakan
benar adanya. Kebersamaan tidak hanya dengan keluarga, juga dengan masyarakat
melalui salat Tarawih. Semua itu berkah Ramadan. Bahkan tidak hanya dirasakan
oleh kita selaku pemeluk agama Islam, umat non muslim pun dapat merasakannya
terkait dengan rezeki yang dirasakannya selama Ramadan. Hal ini bisa kita
saksikan toko-toko dan tempat berjualan lainnya penuh apalagi di sepuluh terakhir
ini.
Namun ada yang beberapa hal yang menjadi sebuah tantangan yang
dapat memengaruhi hati khusyuk di sepuluh akhir ini. Misalnya akhir-akhir ini ada
sebagian masyarakat ramai membincangkan THR yang belum cair juga karena akan
mudik menjelang lebaran, dan keperluan lainnya. Masalah membeli pakaian lebaran
untuk keluarga. Dan tak terlewati pula masjid yang asalnya terdiri dari beberapa
baris ketika salat Tarawih, sekarang jadi berubah menurun drastis. Mungkin saja karena hatinya
sudah terkonsentrasi ke mall dan tempat berbelanja lainnya atau karena yang lainnya. Apakah hal itu
semua layak termasuk karakter manusia juga yang tidak dipermasalahkan seperti
apa yang telah dijelaskan di atas? Padahal di satu sisi kita ingin meningkatkan
kualitas puasa kita.
Barangkali untuk mengubah kebiasaan yang selama ini berpengaruh
terhadap konsentrasi sepuluh akhir Ramadan perlu waktu atau proses atau
latihan. Untuk berlama-lama di bulan Ramadan tidaklah mungkin, karena waktunya
hanya satu bulan. Namun nilai-nilai atau ruh yang ada di bulan Ramadan bisa dijadikan
media pembelajaran untuk kehidupan di sebelas bulan lainnya. Dan mempertahankan suasana
selama Ramadan kepada sebelas bulan lainnya suatu hal yang mungkin untuk
dilakukan, jika ada tekad yang kuat. Mudah-mudah ibadah puasa kita dari tahun
ke tahun semakin baik kualitasnya. Dan kita juga berharap mudah-mudahan ibadah puasa
kita diterima Allah. Amin.
Referensi: Al-Tabrani, Al-Mu’jam
al-Ausat; dan Ibnu Rajab, Lataiful Maarif.
Catatan :
Jika Anda mengutip tulisan ini, jangan lupa untuk memasukkannya di daftar pustaka sebagai berikut:
Hidayat, Enang (2018, 09 Juni). Ungkapan Zakat dalam Alquran [Entri blog]. Diambil dari https://enanghidayat17.blogspot.com/2018/06/tantangan-sepuluh-akhir-ramadan.html
Comments
Post a Comment