Kisah Perang Hudaibiah
Perang ini terjadi pada bulan Zulkaidah tahun keenam Hijriah.
Disebut perang Hudaibiah, karena perang tersebut dilakukan di tempat yang terletak di arah Barat dari Mekkah
menuju Jeddah, yaitu Hudaibiah. Perang tersebut dikenal juga dengan Perjanjian Hudaibiah,
karena di dalamnya terdapat sebuah perjanjian sebagaimana akan dijelaskan di
depan.
Penyebab perang tersebut adalah Rasulullah bermimpi memasuki
Baitullah bersama para sahabat dalam keadaan aman, dan bercukur rambut, serta
tidak mengkhawatirkan sesuatu. Karena mimpi tersebut, kemudian beliau
memerintahkan kaum mukminin agar keluar menuju Mekkah guna melaksanakan umrah.
Beliau ketika itu tidak menghendaki peperangan dengan kaum kafir Quraisy.
Kaum Muhajirin dan Anshar pun ikut serta keluar dengan dipenuhi
rasa rindu ingin melihat Baitullah setelah dilarang hal demikian selama enam
tahun. Mereka diikuti pula oleh kaum Arab Badwi. Rasulullah dan rombongan ketika itu
membawa unta sebanyak 70 ekor dan binatang ternak yang dibawa ke Baitullah sebagai
hewan kurban untuk memuliakannya. Rombongan yang ikut serta bersama beliau
sebanyak 700 orang. Dan setiap tujuh ekor unta berasal dari sumbangan sepuluh
orang. Namun menurut riwayat Jabir beliau keluar menuju Hudaiah bersama 1400
orang laki-laki. Dan rombongan keluar tidak membawa apa-apa selain senjata yang
biasa dibawa oleh seorang pengembara pada masa itu, yaitu pedang yang
bersarung.
Jabir juga meriwayatkan pada hari Hudaibiah rombongan merasa kehausan. Padahal mereka juga membawa sampan (bejana dari kulit untuk minum), namun tidak ada isinya. Sedangkan sampan yang dibawa Rasulullah ada isinya, sehingga beliau bisa berwudu dengannya. Kemudian beliau menghadap ke rombongan seraya bertanya: “Ada
apa dengan kalian”? Rombongan menjawab: “Kami memang membawa sampan, tapi tidak ada isinya. Sehingga kami tidak bisa berwudu dan kami pula
merasa kehausan.” Kemudian Rasulullah meletakkan
tangannya ke dalam sampan tersebut, lalu mengalir air dari jari-jemari tangan
beliau, seperti sumber mata air. Dan beliau berkata: “Kami pun minum dan
berwudu dengan air tersebut.” Demikian mukjizat Rasulullah pada hari Hudaibiah.
Tatkala beliau bersama rombongan sampai pada tempat yang namanya
Usfan, tiba-tiba ada seorang laki-laki bernama Basyar bin Sufyan al-Kakbi
datang menghampiri beliau sambil berkata: “Ya Rasulullah, orang-orang Quraisy
telah mengetahui keberadaanmu. Mereka juga keluar sambil bersumpah akan
menghalangimu agar tidak masuk Mekkah selamanya.” Lalu beliau bersabda: “Hai kekasih kaum Quraisy, mereka itu
menghendaki peperangan. Sebenarnya mereka itu menghendaki orang-orang Arab mencelakaiku.
Sekiranya Allah memenangkan aku atas bangsa Arab, maka mereka dipersilahkan
masuk Islam. Demi Allah akan akan terus berjuang demi agama Allah sampai Dia
memenangkanku atau sampai aku meninggal dunia.”
Takala Rasulullah dan para sahabat sampai di Hudaibiah, tiba-tiba
datanglah sebagian rombongan laki-laki yang dipimpin Badil bin Waraqa dari suku
Khazaah sambil menanyakan kedatangan Rasulullah tersebut. Maka Rasulullah pun
memberitahukannya kedatangannya itu untuk mengunjungi Baitullah, yakni
melaksanakan umrah, bukan bermaksud perang. Kemudian mereka tersebut pulang dan memberitahukan maksud
Rasulullah tersebut kepada orang-orang Quraisy. Lalu orang-orang Quraisy berkata: “Benarkah Muhammad bertujuan
seperti itu? Tidak, demi Allah, dia berniat menguasai Mekkah, melakukan
kekerasan selama-lamanya.”
Karena kaum Quraisy berprasangka demikian kepada Rasulullah, maka
mereka mengutus Urwah bin Masud al-Saqafi untuk berunding dengan Rasulullah. Dan
setelah berunding dengannya, kemudian pulanglah ia untuk menghadap kaum
Quraisy. Dan sambil menceritakan bagaimana para sahabat begitu mencintai Rasulullah
dan menghendaki perdamaian. Namun kaum Quraisy tidak menginginkan demikian.
Mendengar sikap kaum Quraisy demikian, lalu Rasulullah mengutus Usman bin Affan agar menghadap mereka dan menegaskan kembali maksud kedatangan rombongan ke Mekkah. Ketika Usman pulang, tersebar berita hoax bahwa beliau mati terbunuh.
Mendengar sikap kaum Quraisy demikian, lalu Rasulullah mengutus Usman bin Affan agar menghadap mereka dan menegaskan kembali maksud kedatangan rombongan ke Mekkah. Ketika Usman pulang, tersebar berita hoax bahwa beliau mati terbunuh.
Karena orang-orang Quraisy masih tidak percaya maksud kedatangan rombongan, maka terpaksa Rasulullah menegaskan kepada para rombongan untuk melakukan peperangan. Dan mengajak para sahabat untuk berjihad di jalan Allah. Para sahabat pun menyetujuinya, kemudian berbaiat dan mereka siap mati syahid. Dan berjanji tidak akan lari dari medan perang.
Mendengar kesiapan rombongan Rasulullah untuk berperang atau
melakukan perdamaian ditambah dengan berbaiatnya rombongan di hadapan Rasulullah, maka
hal itu membuat kaum Quraisy ketakutan. Oleh karena itu mereka menganggap lebih baik
melakukan perdamaian dengan rombongan Rasulullah. Dan mereka menyarankan agar
Rasulullah kembali ke Madinah dan tahun depan diperbolehkan kembali lagi ke
Mekkah. Selain itu Rasulullah hanya diperbolehkan bermukim di Mekkah selama
tiga hari. Dan membawa tombak dan pedang yang bersarung.
Kemudian kaum Quraisy mengutus Sahl bin Amr untuk menyampaikan
perdamaian tersebut kepada Rasulullah. Dan akhirnya perdamaian itu disepakati
beliau dan para sahabat. Maksudnya Rasulullah mengikuti keinginan kaum Quraisy
tersebut. Dan disepakati juga melakukan perdamaian (gencatan senjata) selama
sepuluh tahun.
Selain itu dalam perdamaian juga terdapat perjanjian yang disepakati
siapa saja yang datang dari pihak Rasulullah ke Mekkah, maka ia tidak akan bisa
pulang lagi ke Madinah. Namun
bagi siapa saja yang datang dari pihak kaum Quraisy ke Muhammad, maka
Muhammad harus memulangkannya.
Perjanjian tersebut ketika itu sukar diterima oleh kaum muslimin,
karena kelihatannya kaum Quraisy licik. Maka para sahabat bermusyawarah dalam
menyikapi demikian dengan Rasulullah. Di antara para sahabat yang paling keras
menentang perjanjian tersebut adalah Umar bin Khattab. Lantas Rasulullah
bersabda: “Saya adalah hamba Allah. Dan dia tidak akan menyia-nyiakanku.”
Kemudian Rasulullah memerintahkan para sahabat agar melakukan
tahallul umrah. Namun mereka tidak mematuhi perintah Rasulullah tersebut.
Karena mereka dihalang-halangi oleh kaum Quraisy. Namun Rasulullah bertekad melakukannya
sendirian. Akan tetapi tindakan Rasulullah itu diikuti pula oleh para sahabat
semua. Pandangan tajam Rasulullah demikian, karena beliau mendapatkan
bantuan dari Allah. Bantuan tersebut berupa turunnya
Surah al-Fatah: 1-3 yang menerangkan tentang kemenangan yang nyata.
Ayat tersebut menjelaskan Allah telah membukakan Mekkah kepada Rasulullah selebar-lebarnya, nyata serta agung pada
perjanjian Hudaibiah, namun bukan Fathu Makkah. Karena Fathu Mekkah
peristiwanya lain lagi, yakni dua tahun setelah peristiwa Hudaibiah (tahun 8
Hijriah). Allah memudahkan Rasulullah sehingga bisa keluar dengan selamat menuju
ke Mekkah guna melaksanakan umrah. Dan turunnya Surah Al-Fath ayat 1-3 ini untuk
menghibur hati kaum mukminin, karena mereka selamat dari penolakan kaum kafir
Quraisy. Selain itu turunnya Surat tersebut menjadi penghibur hati kaum
mukminin tentang Baitullah.
Kisah tentang perang Hudaibiah ini memberikan gambaran karakter kaum
kafir Quraisy ketika itu yang berprasangka tidak baik kepada Rasulullah. Namun
Rasulullah dengan penuh kesabaran
meyakinkan mereka agar tidak berprasangka demikian. Selain itu juga memberikan
gambaran ketika itu karakter liciknya kaum kafir Quraisy. Namun Rasulullah tetap sabar dalam
menghadapinya. Dan pada peristiwa perang Hudaibiah itu, Allah menunjukkan
kekuasaan-Nya dengan memberikan mukjizat kepada Rasulullah pada waktu rombongan kehausan dan ketika tidak air untuk berwudu. Juga Allah menunjukkan kekuasaan-Nya
sehingga Rasulullah dan rombongan selamat dari ancaman kaum kafir Quraisy ketika
masuk Mekkah. Sungguh mulianya sifat Rasulullah. Semoga bermanfaat. Amin.
Referensi:
Mustafa al-Sibai, al-Sirah al-Nabawiah Durusun wa Ibarun; Ibnu Kasir, al-Bidayah wan Nihayahi; Wahbah Zuhaili,
Tafsir al-Wasit; Al-Tabari, Tarikh al-Tabari.
Catatan :
Jika Anda mengutip tulisan ini, jangan lupa untuk memasukkannya di daftar pustaka sebagai berikut:
Hidayat, Enang (2018, 28 Juli). Kisah Perang Hudaibiah [Entri blog]. Diambil dari https://enanghidayat17.blogspot.com/2018/07/kisah-perang-hudaibiah.html
Comments
Post a Comment