Penalaran Induktif Kaidah Fikih Muamalah


Kaidah fikih menurut penulis dapat disebut sebagai metodologi fikih Islam (hukum Islam). Artinya kedudukannya sebagai sumber hukum Islam yang diperoleh melalui ijtihad para ulama. Bukankah para ulama ketika menciptakan sebuah kaidah fikih termasuk ijtihad yang berfungi untuk memudahkan dalam memecahkan permasalahan hukum Islam? Sementara kedudukan ijtihad tersebut dalam hukum Islam menempati posisi ketiga setelah Alquran dan hadis.

Upaya ulama dalam memproduk kaidah fikih berangkat dari upaya penyelidikan kasus-kasus fikih yang terpencar-pencar dalam berbagai kitab fikih. Kemudian dikumpulkan dan dihimpun menjadi sebuah kaidah fikih. Proses seperti ini disebut dengan proses induktif. Artinya metode pemikiran yang bertolak dari kasus atau peristiwa khusus untuk menentukan hukum (kaidah) yang umum atau penarikan kesimpulan keadaan yang khusus untuk diperlakukan secara umum.

Kaidah fikih ini mempunyai fungsi penting dalam fikih Islam. Bahkan, Syekh Muhammad Al-Zarqa dalam karyanya Al-Fiqh al-Islam fi Saubihi al-Jadid (1989, I: 35) berpendapat sandainya tidak ada kaidah fikih, maka banyak terdapat cabang-cabang fikih bercerai-berai yang zahirnya saling bertentangan, karena ketiadaan pokok yang dapat dijadikan panduan dalam berpikir.  

Bagaimana dengan kaidah fikih muamalah? Kaidah fikih muamalah merupakan kumpulan hukum universal yang dibuat oleh para ulama sangat berguna memudahkan kita ketika menyelesaikan permasalahan hukum muamalah dalam kehidupan sehari-hari. Kaidah tersebut yang menjadi objeknya adalah harta atau muamalah maliah. Mengingat bahasan muamalah maliah lebih banyak dibahas para ulama daripada bahasan lainnya dalam beragam kitabnya, maka kaidah fikih yang terkait muamalah pun lebih banyak daripada kaidah fikih lainnya.

Mengetahui kaidah fikih dapat mengantarkan kita memahami rahasia, hakikat dan hikmah dalam fikih Islam (hukum Islam). Selain itu pula dapat membantu kita memahami hukum yang belum dijelaskan oleh para ulama terdahulu. Oleh karena itu memahami kaidah fikih merupakan hal yang perlu mendapatkan serius terutama dari para peminat kajian fikih Islam, tak terkecuali kaidah fikih muamalah

Mengingat karakter fikih itu sendiri dinamis dan fleksibel, maka tak menutup kemungkinan seiring perkembangan zaman, kaidah fikih muamalah pun mengalami perkembangan juga, sehingga melahirkan kaidah fikih muamalah baru. Namun demikian, tetap berpijak pada kaidah fikih muamalah yang telah dijelaskan oleh para ulama terdahulu.

Buku ini bersisi kumpulan kaidah yang berkaitan dengan bentuk akad dalam muamalah maliah yang sering kita praktikkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai makhluk sosial. Di dalamnya dibahas kaidah yang dikemukakan oleh para ulama mazhab yang empat dengan beragam referensinya masing-masing, baik secara langsung terkait dengan referensi kitab kaidah fikihnya atau kitab fikihnya. 

Sebagai contoh kitab kaidah fikih; Al-Asybah wa al-Nazair karya Ibnu Nujaim (ulama Hanafiah); Al-Qawanin al-Fiqhiah karya Ibnu Juzay (ulama Malikiah); Al-Asybah wa al-Nazair karya Jalaludin al-Suyuti (ulama Syafiiah); dan Al-Qawaid karya Ibnu Rajab (ulama Hanabilah). Sedangkan contoh kitab fikih; Badai al-Sanai karya Alaudin al-Kasani (ulama Hanafiah); Al-Dakhirah karya Al-Qurafi (ulama Malikiah); Mugni al-Muhtaj karya Ibnu Khatib al-Syarbini (ulama Syafiiah); dan Al-Mugni karya Ibnu Qudamah (ulama Hanabilah). Untuk lebih jelasnya mengenai keberadaan buku ini bisa mengunjungi: https://rosda.co.id/agama/738-kaidah-fikih-muamalah.html

Catatan :
Jika Anda mengutip tulisan ini, jangan lupa untuk memasukkannya di daftar pustaka sebagai berikut:

Hidayat, Enang (2019, 09 Desember). Penalaran Induktif Kaidah Fikih Muamalah [Entri blog].  Diambil dari https://enanghidayat17.blogspot.com/2019/12/penalaran-induktif-kaidah-fikih-muamalah.html


Comments

Popular posts from this blog

Membedah Isra Mikraj Menurut Etimologi

Isolasi Diri Model Daud bin Abi Hindi

Rezeki Lahiriah dan Batiniah