Korona Selamat Jalan Romadona Selamat Datang


Gambar dikutif dari: www.radarbogor.id
Virus Korona (Covid 19) menjadi pandemi saat ini. Di bulan Maret 2020 ini hampir seluruh pemberitaan di televisi tidak lepas dari perbincangan Korona. Hal ini tidak hanya di Indonesia, di seluruh negara saat ini ramai diperbincangkannya. Awalnya berasal dari negara Tiongkok tepatnya kota Wuhan. Lama-kelamaan menjadi menyebar ke berbagai negara, termasuk negara tercinta ini. Sehingga pemerintah Indonesia melalui Presiden Joko Widodo dalam rangka mempersempit menyebarnya penyakit ini memperketat keluar masuknya seseorang antar  lintas negara. Bahkan ada pula negara yang membelakukan lockdown demi menyelamatkan warganya dari penyebaran virus Korona. Dan akhir-akhir ini beliau mengumumkan keadaan pandemi virus Korona ini menjadi darurat sipil. Selanjutnya untuk menghindari wabah penyakit ini menular dari wilayah yang telah disebut zona merah  ke zona hijau, maka di beberapa daerah sudah diterapkan isolasi lokal. 

Pemberlakuan larangan mendatangi suatu wilayah yang penduduknya terkena wabah penyakit agar tidak menular pernah diinstruksikan oleh Rasulullah jauh-jauh hari pada waktu terjadinya wabah penyakit Taun di  Syam agar tidak menyebar ke wilayah lain. Instruksi ini didengar oleh sahabat Abdul Rahman bin Auf (sebagaimana hadisnya akan dijelaskan di bawah) kemudian disampaikan ke Umar bin Khattab ketika akan melakukan perjalanan ke Syam yang sedang terjadi wabah penyakit Taun di dalamnya.

Taun sebuah wabah penyakit yang menimpa masyarakat dan dapat mengakibatkan rusaknya badan. Bahkan dapat menyebabkan kematian. Disebut Taun karena keumuman penyakit tersebut menyerang masyarakat dan dapat mempercepat kematian. Misalnya menimpa kaum kaum Bani Israil. Demikian dikemukakan Abu Bakar bin Arabi sebagaimana dikutif Ibnu Hajar Asqalani. Hal ini sebagaimana telah dijelaskan dalam hadis riwayat Saad bin Abi Waqas ketika ketika ia menanyakan tentang Taun kepada Usamah bin Zaid yang telah didengarnya dari Rasulullah. Rasulullah berkata: “Taun adalah kotoran atau siksaan yang telah menimpa kaum Bani Israil atau umat sebelum kalian. Jika kalian mendengar di suatu wilayah terdapat wabah penyakit Taun, maka janganlah kalian mendatangi wilayah tersebut. Sedangkan jika kalian berada di wilayah yang terkena wabah penyakit tersebut, maka janganlah kalian keluar dari wilayah tersebut” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis tersebut berkenaan dengan kisah Umar bin Khattab suatu ketika akan berangkat ke wilayah Syam. Kejadian tersebut pada bulan Rabiul Akhir tahun kedua belas Hijriah. Tatkala sampai di sebuah daerah yang bernama Syarga, ia mendengar kabar dari Abdul Rahman bin Auf bahwa di sana sedang ada wabah penyakit Taun yang disebut dengan Taun Amawas. Menurut riwayat Ibnu Abbas, beliau (Umar) bertemu dengan Abu Ubadah bin Jarrah (panglima perang) dan para sahabatnya. Ketika itu juga Umar mengajak kaum Muhajirin untuk bermusyawarah dalam menyikapi hal demikian. Orang-orang Muhajirin berselisih pendapat dalam menyikapinya. Di antara mereka ada yang berpendapat lebih baik diteruskan perjalanan ini. Sebagian lagi berpendapat lebih baik tidak diteruskan, dan mereka ingin bersama Umar.

Kemudian Umar menghubungi kaum Ansar sebagaimana halnya kepada kaum Muhajirin untuk memusyawarahkan hal yang serupa. Kaum Ansar pun sama pendapatnya terbagi kepada dua kelompok sebagaimana pendapat kaum Muhajirin. Selanjutnya Umar memanggil para pemimpin kaum Kuraisy untuk membicarakan hal yang seperti sebelumnya. Akan tetapi mereka sepakat untuk tidak melanjutkan perjalanan tersebut dalam keadaan demikian. Lalu Abu Ubaidah bin Jarrah berkata kepada Umar: “Apakah kita akan lari dari takdir Allah”? Umar menjawab: “Ya, kita lari dari takdir Allah menuju takdir-Nya yang lainnya.” Kemudian datanglah Abdul Rahman bin Auf seraya berkata: “Dalam hal ini saya mempunyai ilmu yang didengar dari Rasulullah sebagaimana hadisnya telah disebutkan di atas.

Dari hadis di atas kita dapat disimpulkan sebagai langkah preventif Umar memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanannya ke Syam. Hal ini setelah mendengar ucapan Rasulullah yang terdengar oleh Abdul Rahman bin Auf. Keputusannya demikian sejalan dengan kaidah fikih yang menyatakan: “Menghindarkan kerusakan harus didahulukan dari pada mendatangkan kemaslahatan.” Kemudian dalam ilmu usul fikih dikenal dengan konsep sadduz zariah, yakni menutup jalan agar terhindar dari kerusakan.

Peristiwa wabah penyakit Taun juga terjadi pada masa sebelumnya, yaitu pada masa Bani Israil, terdapat kisah tentang Bal’am bin Baura. Ia dekat dengan Nabi Musa dan ia seorang yang terkenal doanya mustajab. Bahkan ia termasuk ulama dari kaum Bani Isarail. Saking dipercaya oleh Nabi Musa, ia dipercaya mengembang misi untuk pergi ke kota Madyan. Penduduk kota tersebut sedang berada dalam kemaksiatan, menyembah berhala dan melakukan penyimpangan lainnya. Bal’am disuruh oleh Nabi Musa agar menyampaikan kabar kepada penguasa Madyan bahwa ia dan rombongan akan barangkat ke sana. Ketika Bal’am sampai di Madyan, ia terkesima melihat keindahan istana Madyan. 

Rupanya penguasa Madyan mengetahui apa yang dirasakan Bal’am tersebut. Sehingga akhirnya ia menawarkan kepada Bal’am berupa harta, tahta, wanita,  dan dirayu agar mau ikut bersama penguasa dan meninggalkan Nabi Musa. Dan akhirnya Bal’am menerima tawaran tersebut. Ia diminta oleh penguasa Madyan agar mengusir dan menghalangi Nabi Musa dan rombongan yang berencana akan masuk ke Madyan. Penguasa berkeyakinan bahwa Nabi Musa dan rombongan akan memporakporandakan Madyan. Karena Bal’am berkeyakinan pemilik doa yang mustajab, maka ia pun berdoa agar Nabi Musa dan rombongan membatalkan niat akan ke Madyan. Setelah bangun dari tidurnya, Allah mewahyukan semenjak ia mendapat tawaran dari penguasa Madyan, doanya sudah tidak terkabulkan lagi. Dan jika tidak bersama lagi ke barisan Nabi Musa, maka ia akan menjadi manusia terlaknat. Namun bukannya ia insaf dan menyadari kekeliruannya, malahan ia semakin membabi-buta bertingkah di hadapan penduduk Madyan seraya berkhotah meyakinkan bahwa kedatangan Nabi Musa dan rombongan tidak perlu dikhawatirkan. Mereka akan disambut dengan kemewahan dan keindahan kota Madyan serta wanita-wanita yang cantik. Karena ia mengetahui karakter orang-orang yang bersama Nabi Musa sangat memuja kesenangan dan kenikmatan. 

Sesampainya di Madyan, rombongan Nabi Musa banyak yang terpikat oleh keindahan Madyan termasuk oleh wanita cantik. Sehingga rombongan banyak yang berpaling dari Nabi Musa. Dan seruan Nabi Musa pun sudah tidak dianggap lagi. Dan penduduk Madyan semakin merajela kemaksiatan. Sehingga akhirnya Allah menurunkan penyakit Taun kepada penduduk Madyan. Banyak penduduk yang wafat karena Taun ini. Namun sendikit yang kembali menjadi pengikut Nabi Musa. Dalam Alquran kisah Bal'am ini diumpamakan seperti anjing yang menggonggong sebagaimana dijelaskan dalam Surah Al-A’raf: 175-177, karena membohongkan ayat Allah dan sombong tidak mempan nasihat padahal sudah diperingatkan oleh Allah. Oleh karena itu ia termasuk ke dalam orang yang sesat.

Menurut riwayat sebagaimana dijelaskan Iyad dalam kutifan Ibnu Hajar Asqalani disebutkan Allah mengirimkan wabah penyakit Taun kepada kaum Bani Israil sehingga dapat menewaskan 70 ribu orang dalam sehari. Begitu pun tatkala masa Nabi Daud, Allah juga mengutusnya ke kaum Bani Israil. Saat itu juga mereka banyak melakukan maksiat. Sehingga Allah menyuruh kaum Bani Israil agar memilih tiga hal, yakni apakah mau diberi musibah paceklik, atau permusuhan selama dua bulan, atau turunnya wabah penyakit Taun selama tiga hari. Akhirnya mereka lebih memilih diturunkannya penyakit Taun. Kemudian Nabi Daud memohon agar penyakit tersebut diangkatnya.  

Dengan demikian wabah penyakit Taun yang menimpa kaum Bani Israil ketika itu merupakan azab dari Allah, karena kedurhakaannya kepada-Nya. Sedangkan apabila menimpa kaum muslimin yang beriman jadi rahmat. Oleh karena itu siapa saja dari kaum muslimin yang ditimpa wabah penyakit Taun  diam di rumah dalam keadaan sabar, maka ia diberi pahala orang yang mati syahid. Demikian sebagaimana dijelaskan dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Aisyah.


Bagaimana dengan wabah penyakit Korona yang akhir-akhir ini menimpa dunia termasuk bangsa Indonesia? Mungkinkah ini dapat diserupakan dengan wabah penyakit Taun terdahulu? Atau ini sebagai teguran dari Allah agar kita meninggalkan segala bentuk kemaksiatan. Atau sebagai bentuk ujian untuk meningkatkan kualitas keimanan kita terhadap-Nya. Atau bisa dikatakan sebagai ujian dari Allah sebelum bangsa kita mendapatkan derajat yang tinggi. Akan tetapi kita tidak ingin mengatakan ini sebagai azab sebagaimana yang menimpa kaum Bani Israil tempo dulu. Sehingga Korona tersebut dapat dikatakan rahmat dan membawa hikmah besar bagi kebangkitan masyarakat, termasuk bangsa Indonesia. Semoga wabah penyakit Korona segera berlalu. Dan disirnakan oleh Allah dari muka bumi ini. Dan kita mengharapkan selamat jalan Korona dan selamat datang Romadona (bahasa Arab artinya bulan Ramadan). Bulan penuh berkah dan ampunan. Amin. 

Referensi: Ibnu Hajar Asqalani, Fathul Bari Syarah Sahih Bukhari, Juz 10: 179-184; Imam Nawawi, Al-Minhaj Syarh Sahih Muslim: 1382-1383; Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Wasit, Juz 1: 751-752.

Comments

Popular posts from this blog

Membedah Isra Mikraj Menurut Etimologi

Isolasi Diri Model Daud bin Abi Hindi

Rezeki Lahiriah dan Batiniah