Timbangan Maqasidus Syariah dalam Pencegahan Covid-19
Gambar dikutif dari: https://pixabay.com |
Di masyarakat akhir-akhir ini viral ungkapan “di rumah saja”. Sepertinya hal ini ungkapan biasa-biasa saja. Akan tetapi dapat berimbas jadi kontroversi di masyarakat terutama berkaitan dengan peribadahan, seperti pengadaan salat Jumat dan salat fardu berjamaah. Karena ketentuan salat Jumat ini hukumnya fardu dan harus dilakukan secara berjamaah di masjid. Untuk menyikapi demikian, Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara sigap mengeluarkan fatwa nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaran Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19 yang isinya di antaranya orang yang terpapar Covid-19 diharuskan mengganti salat Jumat dengan salat Zuhur. Baginya haram berjamaah salat fardu di masjid, menghadiri pengajian, dan tablig akbar. Selain itu orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar Covid-19 apabila tempat tinggalnya potensi penularannya tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, maka diperbolehkan juga mengganti salat Jumat dengan salat Zuhur. Berbeda dengan potensi yang penularanya rendah, maka wajib menjalankan ibadah sebagaimana biasa. Dan tetap harus menjaga agar tidak terpapar virus tersebut.
Bagi yang paham ketentuan fikih Islam tentunya
tidak menjadi persoalan. Akan tetapi bagi sebagian masyarakat yang gagal paham berasumsi
negatif pelarangan tersebut. Padahal yang ada bukannya melarang salat Jumat dan
berjamaah salat fardu, tetapi pelaksanannya sementara waktu dalam kondisi
seperti ini dihindari sebagaimana telah dijelaskan dalam fatwa MUI tersebut. Situasi seperti dalam fikih Islam disebut dengan kondisi darurat.
Dalam fikih Islam kaidah darurat tersebut sangat dijunjung tinggi, baik secara
ekplisit maupun implisit ditunjukkan dalam Alquran dan hadis serta pendapat
para ulama melalui kaidah fikih.
Kita hendaknya memahami tujuan-tujuan hukum Islam yang lima sebagaimana dikemukakan Abu
Ishak al-Syatibi dalam karyanya "Al-Muwafaqat fi Usulis Syariah", yakni memelihara agama (hifzud din), memelihara jiwa (hifz
nafs), memelihara keturunan (hifzun nasl), memelihara harta (hifzul
mal), dan menjaga akal (hifzul aql). Istilah ini dikenal juga dengan
maqasidus syariah. Jika kita mengamalkan kelima tujuan tersebut, maka kita akan mendapatkan kemaslahatan baik di dunia maupun di akhirat.
Selanjutnya
kemaslahatan yang ada dalam lima hal tersebut mengandung tiga level kemaslahatan,
yakni pertama, kemaslahatan daruriat. Artinya kemaslahatan yang bersifat
primer atau pokok. Dan tidak boleh diabaikannya jika kita ingin mendapatkan
kemaslahatan. Selain itu berpotensi dapat mengancam jiwa apabila kemaslahatan tersebut diabaikan. Kedua, kemaslahatan hajiat. Artinya kemaslahatan yang
bersifat sekunder. Dan kemaslahatan ini jika diabaikan tidak berpotensi mengancam jiwa, tapi dapat berpotensi menimbulkan
kesulitan hidup. Ketiga,
kemaslahatan tahsiniat. Artinya kemaslahatan yang bersifat tertier atau
pelengkap. Atau dikenal dengan kemaslahatan yang berkaitan dengan kepatutan
manusia dalam kapasitasnya sebagai makhluk yang ingin dihormati oleh sesamanya.
Jika
kita kaitkan upaya pemerintah dan MUI dalam rangka menghindari agar kita
terhindar dari penyebaran virus corona (Covid 19) merupakan implementasi kelima tujuan hukum
Islam yang tujuan intinya untuk kemaslahatan tersebut.
Memelihara
agama jelas kita harus mematuhi perintah agama Islam. Karena agama Islam tidak
menghendaki kita terjerumus ke dalam kemudaratan. Dan kemudaratan ini merupakan
dalil pokok agama. Kaidah fikih asasiah dalam hal ini menyebutkan: “Kemudaratan
itu harus dihilangkan (Ad-Darar Yuzalu)”. Selain itu didukung pula oleh
kaidah lainnya seperti kaidah: “Menghindarkan kerusakan harus didahulukan
dari pada mendatangkan kemasalahatan”.
Memelihara
jiwa jelas jiwa kita harus sehat. Dan agama Islam pun menghendaki demikian. Hal
ini dengan cara memperhatikan kesehatan dan mematuhi anjuran ahli kesehatan
seperti para dokter.
Menjaga
keturuan juga jelas bahwa dengan cara kita mengindari penularan wabah penyakit
tersebut berarti kita juga melindungi keluarga atau keturunan.
Memelihara
harta juga jelas bahwa harta yang kita miliki sejatinya tidak hanya untuk dipakai
memelihara kesehatan saja. Akan tetapi untuk kebutuhan ibadah, muamalah dan
kebutuhan lainnya yang tidak bisa dihindarkan.
Memelihara
akal juga jelas bahwa akal kita tidak mengendaki badan sakit. Sehingga senantiasa
dapat berpikir dengan tenang dan dapat melakukan ibadah dan muamalah dengan
baik dan dapat bergaul dengan sesama dalam kehidupan di masyarakat.
Sedangkan
jika ditinjau dari level kemaslahatan kitannya dengan upaya kita menghindari
terpaparnya Covid 19 termasuk ke dalam level kemasalahatan daruriat. Artinya
setiap kita harus memperhatikannya dan merupakan perintah dalam agama yang tidak
bisa dihindari dan harus diketahuinya (ma ulima minaddin biddarurat). Karena
jika tidak diperhatikan dapat berpotensi mengancam jiwa atau nyawa. Upaya seperti ini
telah diperintah oleh Rasulullah sebagaimana telah dijelaskan dalam riwayat hadis Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid dalam
upaya menghindari wilayah yang terkena wabah penyakit Taun agar tidak tertular.
Perintah yang didengar dari Said bin Abi Waqas kemudian diikuti oleh sahabat Umar bin Khattab ketika akan
mendatangi Syam.
Upaya pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI yang terus-mererus menghimbau agar kita menghindari penyebaran Covid 19 dan MUI sebagaimana disebutkan dalam fatwanya
tidak lepas juga dari upaya memelihara umat (hifzul ummat). Dan ini
termasuk ke dalam upaya meraih kemaslahatan juga. Karena pemerintah
berkewajiban melindungi warganya dari kemudaratan. Dan kita pun harus
mengikutinya sebagai implementasi diri kita taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Oleh
karena itu ada enam tujuan-tujuan hukum Islam yang harus kita perhatikan guna
meraih kemaslahatan dunia dan akhirat. Terutama yang termasuk ke dalam level daruriat
apabila dikaitkan dengan upaya kita menghindarkan diri dari Covid 19
akhir-akhir ini. Semoga Covid 19 ini segera sirna dari banga Indonesia khususnya dan umumnya dari bangsa lainnya yang ada di bumi ini. Amin.
Catatan :
Jika Anda mengutip tulisan ini, jangan lupa untuk memasukkannya di daftar pustaka sebagai berikut:
Hidayat, Enang (2020, 03 April). Timbangan Maqasidus Syariah dalam Pencegahan Covid-19 [Entri blog]. Diambil dari https://enanghidayat17.blogspot.com/2020/04/timbangan-maqasidus-syariah-dalam.html
Comments
Post a Comment