Idul Fitri diTengah Pandemi Covid-19
Idul Fitri tahun 1441 Hijriah kali ini bertepatan
dengan pandemi Covid-19. Selama sebulan umat muslim telah melaksanakan
kewajiban puasa Ramadan. Selama sebulan pula umat muslim telah dilatih untuk
terbiasa melawan hawa nafsu. Dan seiring itu pula umat muslim kali ini diuji
juga dengan adanya Covid-19. Oleh karena itu puasa kali ini umat muslim
dihadapkan pada dua ujian kesabaran. Di hari Idul Fitri ini semoga kita memperoleh
pahala yang berlipat ganda. Amin.
Kata “Id” secara bahasa diartikan oleh
sebagian ulama seperti Al-Zubaidi (dalam Taj al-Arus, 8: 438)
dengan perkumpulan, karena kita berkumpul dengan sanak keluarga setiap tahunnya.
Namun untuk kali ini sebagian masyarakat ada yang tidak merasakan itu, karena
adanya larangan mudik dari pemerintah di masa pandemi Covid-19. Suasana
demikian tidak menutupi kemuliaan momen Idul Fitri. Karena berkumpul di sini
untuk suasana sekarang bisa kita artikan dengan berkumpulnya perasaan cinta
secara batin, meskipun tidak berkumpul secara zahir di rumah sebagaimana
biasanya. Oleh karena itu tidak mengubah makna hakiki kata “Id” sebagaimana
dikemukakan Al-Anbari (dalam Al-Jahir fi Maani Kalimat al-Nas: 394) yang
berarti kembali berkumpul bergembira setelah melaksanakan puasa Ramadan.
Kegembiraan menghadapi suasana seperti ini telah
ditunjukkan oleh Nabi Isa--penjelasannya lihat Surah al-Maidah: 114--ketika
menerima hidangan dari Allah yang turun dari langit atas permintaan kaumnya,
Hawariyun. Hidangan itu ditutupi sapu tangan yang di dalamnya berisi seekor
ikan yang tidak berduri dan berisi makanan lainnya. Sehingga kaumnya
terheran-heran apakah yang turun itu hidangan berasal dari dunia atau dari
surga. Lalu Nabi Isa menjawab: “Hidangan itu bukan berasal dari dunia maupun dari surga, tetapi sesuatu yang belum pernah Allah turunkan ke dunia. Kuasa
Allah itu dahsyat. Kemudian turunnya hidangan tersebut oleh Nabi Isa dijadikan
sebagai hari raya."
Mari kita cermati betapa sayangnya Nabi
Isa ketika memohon kepada Allah agar Dia menurunkan
hidangan dari langit jadi Hari Raya itu tidak hanya berharap untuk dirinya dan umatnya, tetapi juga untuk umat
sesudahnya dan menjadi tanda kekuasaan-Nya. Demikian dikemukakan
Al-Qurtubi (dalam Al-Jami li Ahkam
al-Quran, 8: 292-294) dan Al-Suyuti (dalam Durr al-Mansur, 5:
594). Tentunya yang dimaksud dengan umat sesudahnya di sini maksudnya adalah umat Nabi Muhammad, termasuk
kita semua.
Peristiwa tersebut berawal ketika itu Nabi Isa
menyarankan kepada kaumnya jika ingin apa yang diharapkan itu tercapai agar melakukan
puasa selama tiga puluh hari. Lalu kaumnya, Hawariyun menaati sarannya, kendatipun
mereka juga mempunyai permintaan agar Nabi Isa berdoa kepada Allah supaya diturunkan hidangan dari langit. Dan akhirnya malaikat membawa hidangan
tersebut seizin Allah. Begitulah puasa dijadikan sarana munajat oleh para Nabi.
Demikian pula sebelumnya kita tahu Nabi Musa pernah melakukan puasa selama empat
puluh hari sambil beribadah di gunung
Tursina hingga akhirnya turunlah kepadanya kitab Taurat.
Mari kita berpikir adanya pandemi
Covid-19 seperti sekarang ini. Kita tetap berprasangka baik kepada Allah boleh
jadi ini merupakan rahmat atau kasih-sayang-Nya agar kita terus-menerus
meningkatkan keimanan dan ketakwaaan kepada-Nya. Pandemi ini boleh jadi berupa
hidangan dari Allah untuk kita sebagai tanda kekuasaan-Nya. Jika ketika Nabi
Isa dan kaumnya merasa kaget turunnya hidangan tersebut, maka kita pun merasa
kaget turunnya cobaan pandemi ini, karena tak pernah berpikir sebelumnya akan
terjadi seperti ini.
Setelah kita berpuasa selama sebulan lamanya
diiringi dengan berdoa sungguh-sungguh memohon kepada-Nya agar pandemi Covid-19
segera berakhir, hal ini sangat mudah bagi-Nya. Karena Dia-lah yang mengirimkan
hidangan penyakit dan sekaligus Dia juga yang mengirimkan hidangan obatnya,
berupa kesembuhan dan mengangkat pandemi Covid-19 dari muka bumi ini.
Hidangan tidak mesti berupa makanan
sebagaimana yang terjadi pada masa Nabi Isa yang siap dinikmati. Akan tetapi
hidangan juga bisa bermakna pemberian ujian yang diturunkan Allah yang mesti
kita siap menikmatinya jika ingin jiwa dan bangsa kita bermartabat sebagaimana dialami saat ini dengan adanya pandemi Covid-19.
Makna Idul Fitri bagi kita mempunyai
hikmah yang luar biasa yakni menumbuhkan kasih-sayang di antara sesama manusia.
Terutama dalam situasi pandemi sekarang ini. Oleh karena itu
tepat sekali kiranya fatwa MUI Nomor 23 Tahun 2020 yang membolehkan zakat
fitrah disalurkan untuk kepentingan wabah pandemi Covid-19 asalkan
mustahiknya termasuk asnaf yang telah ditentukan. Sehingga mereka merasa
terbantu dan gembira pada hari Idul Fitri.
Demikian pula Idul Fitri itu sendiri
hakikatnya merupakan hidangan siap saji dari Allah yang diperuntukkan bagi kaum
muslimin yang telah melaksanakan puasa di siang harinya dan menghidupkan
malamnya dengan salat Tarawih dan ibadah lainnya. Oleh karena itu dapat
dikatakan hidangan siap saji di tengah hidangan siap kesabaran dan ketawakalan.
Dan hari kemenangan setelah berhasil
mengendalikan hawa nafsu. Semoga kemenangan ini bersamaan pula dengan kemenangan menghadapi ujian
berupa pandemi Covid-19 yang berakhir dengan diangkatnya pandemi tersebut dari
muka bumi ini. Amin.
Comments
Post a Comment