Kisah Pandemi Taun Amawas
Taun adalah sejenis wabah penyakit menular atau yang dikenal saat
ini dengan pandemi. Hal ini karena perubahan iklim dan dapat merusak anggota tubuh. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) pandemi diartikan dengan wabah yang berjangkit secara serempak di mana-mana. Saya saat ini belum menemukan kenapa disebut dengan Amawas.
Menurut ilmu kedokteran sebagaimana dikutif Ibnu Qayyim al-Jauziah, Taun adalah sejenis bisul di daging empuk yang muncul di ketiak serta di belakang telinga dan di pucuk hidung. Dan dapat mengeluarkan darah yang mengalir serta bisa membusuk. Bagaimana dengan kisah Taun Amawas? Berikut ini ringkasan kisahnya yang saya kutif dari kitab “Al-Bidayah wa al-Nihayah” karya Ibnu Kasir dan kitab “Tarikh al-Tabari” karya Ibnu Jarir al-Tabari.
Menurut ilmu kedokteran sebagaimana dikutif Ibnu Qayyim al-Jauziah, Taun adalah sejenis bisul di daging empuk yang muncul di ketiak serta di belakang telinga dan di pucuk hidung. Dan dapat mengeluarkan darah yang mengalir serta bisa membusuk. Bagaimana dengan kisah Taun Amawas? Berikut ini ringkasan kisahnya yang saya kutif dari kitab “Al-Bidayah wa al-Nihayah” karya Ibnu Kasir dan kitab “Tarikh al-Tabari” karya Ibnu Jarir al-Tabari.
Alkisah pada tahun 17 Hijriah Umar bin Khattab mengunjungi Syam.
Sesampainya di daerah Sarg, beliau mendengar kabar dari Abdul Rahman bin Auf bahwa
di Syam sedang terjadi wabah penyakit Taun Amawas. Lalu Umar mengajak
musyawarah dengan orang-orang Muhajirin dan Ansar untuk membicarakan hal
tersebut. Dalam musyawarah tersebut terdapat dua pendapat. Ada yang berpendapat
lebih baik diteruskan perjalanannya dan pendapat lainnya lebih baik jangan
diteruskannya. Lalu Abdul Rahman bin Auf memberitahukan kepada beliau mengenai
ilmu yang telah didengar dari Rasulullah jika mendengar ada wabah penyakit di
suatu daerah agar tidak mengunjungi daerah tersebut. Dan penduduk yang tinggal
di daerah tersebut agar tidak keluar darinya. Dan Umar merasa lega setelah
mendengar kata-kata Rasulullah yang diucapkan Abdul Rahman tersebut berarti
keinginan untuk mengunjungi Syam tidak perlu dilanjutkan.
Peristiwa Taun Amawas di Syam tersebut terjadi pada bulan Muharram.
Hal ini telah menewaskan para pemimpin dan kaum muslimin. Semula Umar
merencanakan ke Syam itu untuk menemui para pemimpin dan ingin mengetahui
perkembangan daerah tersebut. Para sahabat pun berbeda pendapat mengenai usulan
rencana Umar tersebut. Di antara mereka berpendapat lebih baik diawali ke daerah
Irak dulu. Dan yang lain berpendapat lebih baik diawali ke Syam dulu. Namun akhirnya Umar memilih ke Syam duluan. Karena
di Syam telah terjadi wabah penyakit Taun Amawas, maka jadinya beliau ke Syam itu
setelah wabah tersebut hilang yakni akhir tahun 17 Hijriah. Tujuannya untuk mengurus harta waris orang
yang ditinggal mati karena wabah penyakit Taun tersebut.
Sebetulnya Umar kalau jadi telah mengalami empat kali kedatangannya
ke Syam, yakni dua kali pada tahun 16 Hijriah dan dua kali pada tahun 17
Hijriah. Namun yang terakhir tidak jadi, karena wabah tersebut.
Pendapat berbeda dikemukakan oleh Muhammad bin Ishak yang
mengatakan kedatangan beliau ke Syam bukan tahun 17 Hijriah, melainkan tahun 18
Hijriah. Terlepas dari perbedaan tersebut yang jelas pada peristiwa Taun Amawas
ini telah menewaskan para sahabat seperti Abu Ubaidah al-Jarrah, Muaz bin
Jabal, Yazid bin Abu Safyan, dan yang lainnya.
Abu Musa menceritakan ketika Umar mendengar ada pandemi Taun Amawas
di Syam, saat itu aku (kata Abu Musa) sedang duduk bersama Abu Ubaidah bin
Jarrah di Syam. Tiba-tiba datang surat dari Umar bin Khattab yang ditujukan
kepada Ubaidah yang isinya: “Keselamatan semoga menyertaimu. Amma Ba’du, sesungguhnya
aku menginginkan berdialog denganmu mengenai wabah penyakit Taun ini. Jika engkau
telah selesai membaca tulisanku, maka janganlah engkau menyimpannya di tanganmu
sampai engkau menyetujui keinginanku ini.”
Abu Ubaidah memahami isi surat itu bahwa Umar menginginkannya ke luar dari Syam yang sedang terkena wabah penyakit tersebut. Lantas Abu Ubaidah membalas surat tersebut dengan tulisan: “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya aku tahu keinginanmu. Tetapi aku seorang tentara kaum muslimin dan aku tidak menginginkan berpisah dengan mereka sampai Allah memberikan keputusan (kada-Nya). Wahai Amirul Mukmini biarkanlah keinginanku ini.” Tatkala surat tersebut sampai ke Umar dan beliau membacanya, maka Umar menangis. Lantas orang-orang menanyakannya kenapa menangis apakah karena Abu Ubiadah sudah meninggal dunia? Umar menjawab: “Tidak”. Lantas Umar menulis surat kembali ditujukan ke Abu Ubaidah: “Keselamatan semoga menyertaimu. Amma Ba’du, sesungguhnya engkau diturunkan kepada manusia di atas tanah yang dalam. Angkatlah mereka kepada tanah yang tinggi dan bersih.”
Abu Ubaidah memahami isi surat itu bahwa Umar menginginkannya ke luar dari Syam yang sedang terkena wabah penyakit tersebut. Lantas Abu Ubaidah membalas surat tersebut dengan tulisan: “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya aku tahu keinginanmu. Tetapi aku seorang tentara kaum muslimin dan aku tidak menginginkan berpisah dengan mereka sampai Allah memberikan keputusan (kada-Nya). Wahai Amirul Mukmini biarkanlah keinginanku ini.” Tatkala surat tersebut sampai ke Umar dan beliau membacanya, maka Umar menangis. Lantas orang-orang menanyakannya kenapa menangis apakah karena Abu Ubiadah sudah meninggal dunia? Umar menjawab: “Tidak”. Lantas Umar menulis surat kembali ditujukan ke Abu Ubaidah: “Keselamatan semoga menyertaimu. Amma Ba’du, sesungguhnya engkau diturunkan kepada manusia di atas tanah yang dalam. Angkatlah mereka kepada tanah yang tinggi dan bersih.”
Abu Musa menceritakan tatkala surat itu sampai ke Abu Ubaidah, maka
dia memanggilku (kata Abu Musa) seraya berkata: “Wahai Abu Musa, sesunggguhnya
Umar telah mengirimkan surat lagi kepadaku sebagaimana yang engkau saksikan.”
Lantas Abu Ubaidah berpidato di depan masyarakat: “Wahai masyarakat,
sesungguhnya penyakit ini jadi rahmat bagi kalian dan jadi dakwah Nabi kalian
serta penyebab kematian orang-orang saleh sebelum kalian.” Setelah itu beliau
terkena wabah penyakit tersebut dan akhirnya meninggal dunia. Lalu sebagai
penggantinya masyarakat mengangkat Muaz bin Jabal. Lalu ia sama seperti Abu Ubaidah
berpidato dan isinya pun sama. Kemudian anak Muaz bin Jabal yang bernama Abdul
Rahman terkena penyakit tersebut dan akhirnya ia meninggal dunia. Kemudian
disusul pula oleh bapaknya.
Dan akhirnya masyarakat mengangkat Amr bin al-As sebagai penggantinya.
Lalu ia berdiri sama seperti sebelumnya untuk berpidato di depan masyarakat
yang isinya: “Wahai masyarakat, sesungguhnya apabila penyakit ini datang, maka
ia telah menyalakan api. Maka berlindunglah kalian di gunung.” Lantas Abu Wail
al-Hazli yang mendengar kata-kata tersebut berdiri dan berkata: “Engkau telah
berbohong, demi Allah aku bersama-sama Rasulullah. Dan engkau lebih jelek
daripada khimarku ini. Demi Allah, Rasulullah tidak menghendaki apa yang
barusan engkau katakan itu.” Namun tatkala ucapan Amr itu sampai Umar, beliau
tidak membencinya. Dan sampailah berita ke Umar mengenai kematian Abu Ubaidah
dan Yazid bin Sufya. Lalu Umar menyuruh Muawiah agar membawa pasukannya ke
Damaskus dan beliau menyuruh juga Syurahbil bin Hasanah agar membawa pasukannya
ke Yordania.
Kejadian wabah Taun Amawas yang menimpa Syam hingga dua kali.
Sehingga menewaskan banyak masyarakat dan menyebabkan rasa takut di hati kaum muslimin saat itu. Kemudian setelah peristiwa wabah itu hilang, maka Umar mendatangi
penduduk Syam dengan niat mengurus harta warisan yang telah ditinggal mati oleh
pemiliknya. Sungguh senang hati orang-orang pada waktu melihat kedatangannya. Dan
kedatangannya itu membuat terusir musuh-musuh yang ada di setiap arah. Saif bin
Amr mengatakan wabah penyakit Taun selain menimpa penduduk Syam, juga menimpa
penduduk Basrah pada tahun yang sama dan menyebabkan banyak meninggalnya
masyarakat.
Namun Abu Harisah, Abu Usman, dan Rabi menambahkan wabah penyakit
Taun tersebut selain menimpa penduduk Syam dan Basrah sebagaimana tadi
dikatakan, juga menimpa penduduk Mesir dan Irak. Dan kejadiannya juga
menyebabkan banyak yang meninggal dan hal ini terjadi pada bulan Muharam dan
Safar. Hal yang sama penduduk ketika itu juga banyak yang menyurati Umar agar
mengurus harta warisan yang ditinggalkan oleh korban Taun. Lalu Umar pun
mengurusinya. Hal ini terjadi pada bulan Rabiul Awal tahun 17 Hijriah.
Kisah di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa wabah penyakit Taun
Amawas menjadi ujian bagi umat zaman dahulu. Setiap Taun adalah wabah. Tapi tidak
setiap wabah adalah Taun. Apa mungkin ini yang dinamakan dengan istilah sejarah terulang
kembali? Dulu namanya Taun Amawas dan sekarang namanya pandemi Covid-19 yang
mendunia di tahun 2020. Ini pun tak lepas juga dari ujian dan sekaligus teguran
agar kita terus -menerus meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Kita berharap
sekali semoga pandemi saat ini segera berlalu dan semoga tidak akan pernah terulang
kembali lagi di masa-masa yang akan datang. Semoga bermanfaat kisah ini. Amin.
Referensi
:
Zad al-Maad fi Hadyi Khair al-Ibad, 4: 35 karya Ibnu Qayyim al-Jauziah; Al-Bidayah wa al-Nihayah,
7: 77-79 karya Ibnu Kasir; Tarikh al-Tabari, 8: 314-315 karya Ibnu Jarir
Al-Tabari.
Comments
Post a Comment